Home » » Berjabat Tangan dengan Wanita

Berjabat Tangan dengan Wanita

Written By faizin on Minggu, 20 Oktober 2013 | 04.52



Berjabat Tangan  dengan Wanita


Hiruk-pikuk dan gemerlapnya dunia telah melalaikan kebanyakan manusia dari aturan Sang Maha Kuasa. Kemaksiatan terhadap hukum Alloh ada di mana-mana, yang haram menjadi halal, yang halal dianggap haram, yang bathil dirombak menjadi haq, dan yang haq diubah menjadi bathil.
Fenomena ini melanda umat Islam di negeri kita, diawali dari kebiasaan yang terlanjur membudaya, lalu sedikitnya juru dakwah yang memberi peringatan dari kemungkaran ini -mungkin karena tidak tabu hukumnya, atau karena alasan lain­, kemudian diperparah oleh mereka yang tidak malu kepada Alloh dan manusia -padahal mereka dianggap, orang berilmu- tidak segan-segan berjabat tangan de­ngan kaum wanita padahal bukan mahromnya.
Kalau mereka ditanya hukumnya, jawabannya berbeda-beda melihat kondisi penanya. Terkadang mereka menjawab, "Hukumnva boleh dan tidak ada larangan yang jelas:' "Haditsnya lemah:' "Itu hukumnya makruh," "Kalau masih saudara, boleh (walaupun bukan mahromnya)" "Kalau tidak ada maksud jahat, boleh." jawaban yang terakhir ini banyak didengar dari para Juru dakwah yang dikenal dengan gelar Ustadz gaul.
Akhirnya, timbul opini di tengah masyarakat bahwa laki-laki boleh berjabat tangan dengan wanita (walaupun bukan mahromnya) asal tidak ada niatan jahat. Mereka menganggap demikianlah sopan-santun terhadap sesama, kemudian ma­nusia pun mulai meremehkan masalah ini, di antara mereka tidak segan-segan saling menempelkan pipi dengan pipi. Bahkan apabila ada yang tidak mau berjabat tangan dianggap, kolot, tidak beradaptasi, kurang gaul, sok suci clan seabrek sindir­an yang intinya sama dengan sindiran kaum yang inakar terhadap Nabi Luth r dengan ucapan:
إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
... Sesungguhnya mereka (Nabi Luth dan pengikuttnya) adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan dirinya.
 (Al-A’rof 7. 82)

Seandainya manusia mau berfikir jernih, tidak mendahulukan hawa nafsu, bertanya kepada orang yang ahli dalam bidangnya, dan menerima keputusan Alloh dan Rosul-Nya, niscaya mereka akan mendapatkan kemuliaan dan lebih jauh dari segala kerusakan yang timbul dari perbuatan mereka sendiri.
Berikut ini kami sajikan seputar hukum berjabat tangan antara laki-laki de­ngan wanita yang bukan mahromnya sesuai dengan dalil-dalil syar'i dan penjelas­an para ahli ilmu yang insya Allah dapat menepis syubhat dan keraguan yang ada di zaman modern ini, semoga bermanfaat.
Sebelum kita membahas hukum berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya, menjadi keharusan bagi kita mengetahui siapakah wanita mahrom bagi seorang laki-laki atau sebaliknya.
Mahrom bagi laki-laki adalah wanita yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya, dan mereka ter­bagi menjadi 3 macam sebab:
 a. Dengan sebab adanya nasab/ keturunan.
Mereka ada tujuh golongan yang tercantum dalam surat an-Nisa' ayat 23 semuanya adalah mahrom bagi seorang, laki-laki, yaitu;
1. Ibu, nenek, dan seterusnya ke atasnya.
2. Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawahnya.
3. Saudari, baik- saudari kan­dung, saudari seayah, atau saudari seibu.
4. Bibi (saudari avah baik dari saudari kandung, saudari seayah, atau seibu.
5. Bibi (saudari ibu) baik dari saudari kandung, saudari seayah, atau seibu.
6. Anakperempuan dari sauda­ra (keponakan) baik dari saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu.
7. Anak perempuan dari saudari (keponakan) baik dari saudari kandung, saudari seayah, atau saudari seibu.

b. Dengan sebab persusuan
Mereka adalah mahrom bagi laki-laki yang disebabkan kare­na adanya persusuan. Dan me­reka  juga ada tujuh golongan sebagaimana mahrom yang disebabkan karena hubungan nasab, karena persusuan dapat menjadikan seseorang wanita yang menyusui menjadi mah­rom bagi anak laki-laki yang disusuinya, demikian juga kerabat-kerabatnya, sebagai­mana sabda Rasulullah n:
 Menjadi mahrom dengan sebab persusuan, sebagaimana menjadi mahrom sebab nasab.
(HR. Bukhori 2645, Muslim 1071)

c. Dengan sebab perkawinan
 Mereka adalah para mahrom dari seorang laki-laki dengan sebab adanya perkawinan:
1. Istri bapaknya, sebagai­mana dalam surat an-Nisa' ayat 22.
2. Istri dari anak perem­puannya, istri dari cucu perempuannya, dan terus ke bawahnya sebagaimana dalam surat an-Nisa' ayat 23.
3. Ibu istri, nenek istri, dan yang di atasnya, sebagai­mana dalam surat an-Nisa 23.
4. Anak perempuan dari istri' (anak tiri, dengan syarat laki-laki itu telah mengum­puli istrinya).

Dalil-dalil Haramnya Berjabat tangan Laki laki dan wanita
Di antara dalil-dalil peng­haraman berjabat tangan antara kaum laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya adalah sebagai berikut:
Dalil pertama:
Dari Maqil bin Yasar  bahwasanya Rosululloh n bersabda:
 "Sungguh apabila kepala seseorang di an­tara kalian ditusuk dengan jarum dari besi (maka itu) lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."

Dalil kedua:
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa apabila. manusia ti­dak terjatuh kepada perbuatan zina yang sebenarnya, maka me­reka akan jatuh kepada perbuatan zina yang bukan zina sebenarnya, di antaranya adalah menyentuh wanita yang bukan mahromnya, sebagaimana dalam sebuah ha­dits:
Dari Abu Huroiroh, dari Nabi beliau n bersabda," Telah ditulis atas anak Adam bagiannya dari perzi­naan, pasti akan dialami (bagian tersebut) dan tidak mungkin ti­dak. Maka mata zinanya melihat, telinga zinanya mendengar, lisan zinanya berkata-kata, tangan zi­nanya memegang, kaki zinanya melangkah, hati zinanya bernafsu clan berangan-angan, dan yang menjadikan itu semua (zina se­benarnya) atau ticlak adalah ke­maluannya."
(HR. Bukhori 41170, dan Muslim 8152)

Imam Nawawi v menjelas­kan makna hadits ini dengan mengatakan', "semua anak Adam pasti ditakdirkan melakukan per­buatan zina, di antara mereka ada yang melakukan zina sebenarnya yaitu dengan memasukkan ke­maluannya ke farji yang haram, akan tetapi di antara mereka ada yang zinanya majazi (bukan zina yang sebenarnya) yaitu dengan melihat yang haram, mende­ngar yang haram, atau dengan menyentuh wanita yang bukan mahromnya baik dengan tangan (bersalaman) ataupun dengan menciumnya, atau (di antara zina yang bukan sebenarnya adalah) melangkah kepada yang haram, berangan-angan yang haram... dst."


Dalil ketiga:
Rosululloh n menolak berjabat tangan dengan para wanita yang dibai'atnya, sebagaimana tatkala beliau diminta untuk mengulur­kan tangannya membai'at kaum wanita, lalu beliau menolaknya.
Dan Aisyah mengatakan sambil bersumpah;
Demi Alloh tidak pernah sama sekali tangan Nabi menyentuh tangan wanita, akan tetapi Nabi membaiat mereka hanya dengan ucapan.
(HR Bukhori 2713, Muslim 1866)

Rosululloh sendiri menolak berjabat tangan dengan kaum wanita sebagaimana sabdanya;
Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita.
 (Dishohib­kan oleh al-Albani dalam Sunan IbmiNfajah no. 2874)

- Penolakan Nabi berjabat ta­ngan pada waktu bai'at yang sangat penting dan sangat dibutuhkan berjabatan tangan sebagai pertanda sahnya bai'at, menunjukkan bahwa berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahrom­nva hukumnya haram, dan ini menuniukkan bahwa berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya pada waktu yang tidak dibutuhkan jabatan tangan (selain waktu berbai'at) maka hal ini hukumnya jelas lebih haram'.
- Penolakan nabi berjabat tan­gan pada waktu membai'at kaum wanita, padahal beliau n ma’sum: terjaga kesuciannya dan diampuni dosa yang telah lalu dan akan datang), tidak lain sebagai petunjuk bagi kita -yang, tidak terjaga dari segala kemaksiatan, tidak pernah aman dari fitnah kaum wanita, dan gangguan syaithan yang men­galir dalam jalan darah kita, untuk tidak berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.

Dalil ke empat
Berjabat tangan antara laki- laki dengan wanita yang bukan mahromnya adalah jalan menuju perbuatan keji dan zina, banyak dijumpai kaum laki-laki dan perempuan saling menikmati satu sama lainnya dengan hanya berpandangan, atau dengan per­cakapan, yang pada akhirnya me­reka terjatuh pada kemaksiatan, apalagi kalau sampai sudah ber­sentuhan satu sama lainnya, maka bersentuhan lebih dominan mengantarkan mereka kepada perbuatan zina yang sebenarnya. Oleh karena itu pintu menuju hal yang haram wajib ditutup rapat­-rapat sebelum berjatuhan korban dalam kerusakan tersebut, seperti wajibnya membuka jalan menuju  perkara yang wajib, sebagaimana dikatakan Menutup jalan menuju yang haram adalah wajib seperti wajib­nya membuka jalan menuju yang wajib.
Berkata Imam asy Syinqiti :
“Alloh memerintahkan kaum muslimin untuk selalu menun­dukkan pandangannya tidak lain untuk menjaga diri mereka dari fitnah/godaan (akibat meman­dang), tidak diragukan lagi bahwa bersentuhan kulit dengan kulit (seperti berjabat tangan) itu lebih cepat menggerakkan nafsu, dan lebih kuat godaannya (menuju perbuatan keji) daripada sekedar memandang dengan mata, dan setiap orang yang jujur pasti mengetahui hal ini.

Kesepakatan 4 Madzhab dalam hal ini
Para ulama dari semua madz­hab bersepakat atas haramnya seorang laki-laki berjabat tangan dengan wanita yang bukan mah­romnya:
Madzhab Hanafi
Berkata Alaud Din Abu Ba­kar al-Kasani setelah berbicara seputar hukum melihat wajah dan tangan wanita:
 "Adapun hu­kum menyentuh wajah dan tan­gan wanita (yang bukan mahrom­nya) adalah tidak halal (haram) Adapun melihat wajah dan tan­gan wanita itu dibolehkan karena darurat sebagaimana alasan yang kami kemukakan, sedangkan me­nyentuh keduanya tidak ada kata darurat....
Madzhab Maliki
Berkata Imam Abu Bakar Ib­nul Arobi:
 "Nabi tidak bersedia berjabat tangan dengan wanita (yang bukan mahromnya) disebabkan karena telah kita paha­mi bersama bahwa syariat kita mengharamkan untuk menyen­tuh mereka kecuali mereka-me­reka yang halal saja."
Demikian yang dikatakan oleh Imam Abul Walid al-Baji, Abul Barokat Ahmad ad-Dardir, dan as-Showi serta yang lainnya.
Madzhab Syafi'i
 Berkata Imam Nawawi v dalam menjelaskan hadits bai'at Nabi n ter­hadap kaum wanita":
"Dalam ha­dits tersebut (ada beberapa ibroh di antaranya) suara wanita bo­leh didengarkan ketika ada suatu kebutuhan, suaranya bukanlah aurat, dan tidak dibolehkan me­nyentuh wanita yang bukan mahromnya kecuali karena daru­rat seperti pengobatan .... dst"
Bahkan beliau v mem­pertegas perkataan di atas dengan ungkapannya yang masyhur,"
Apabila melihat wanita itu di­haramkan, maka menyentuhnya lebih haram lagi lantaran (me­nyentuh itu) lebih sangat terasa nikmatnya.
Demikian pula yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqo­lani dalam Fathul Bari 13/204, al-Hafidz al-'Iroqi dalam Thoriqut Tatsrib fi Syarh at-Taqrib 7/44-45, dan Ibnu an-Naqib dalam Mughni al-Muhtaj 3/133
Madzhab Hambali
Imam Ibnu Muflih al-Ham­bali v dalam masalah ini:
Maka sesunguhnya Haram Hukumnnya laki-laki berjabat tangan dengan wanita yang bukan muhrimnya
Demikian juga yang dikatakan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah v dalam al-Ikhtiyarot al-Ilmiyah, Ibnu Manshur al-Maruzi dalam Masa'il Ahmad wa Ishaq 1/211, dan as-Saffarini dalam Ghidhaul Albab bi Syarh Mandlumatil Adab 1/280.

Bolehkan bersalaman dengan wanita tua
Dalam kitab ad-Dur al­Mukhtar oleh Imam at-Thohthowi dikatakan "Adapun wanita tua yang tidak mempunyai hasrat (un­tuk menikah), maka boleh (bagi laki-laki) bersalaman dengan me­reka dan boleh menyentuh kedua tangannya dengan syarat aman dari fitnah"
Pernyataan seperti ini sekedar ijtihad seorang ulama yang ber­tentangan dengan dalil-dalil syar'i secara umum, di antaranya;
Dalil-dalil larangan berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahrom­nya bersifat umum mencakup wanita muda, atau wanita tua, dan tidak terdapat dalil peng­khususannya.
Segala jalan menuju perbuatan zina telah dilarang oleh Alloh, seperti memandang wanita yang bukan mahromnya, dan menyentuh atau berjabat tan­gan dengan wanita yang bukan mahromnya termasuk peran­tara menuju perbuatan zina, maka termasuk dalam larang­an-Nya
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan jangan mendekati zina, karena (zina) itu adalah per­buatan keji dan suatu jalan yang buruk"
(Al-Isro' 17. 32)

- Adapun alasan aman dari fit­nah lantaran wanita tua tidak lagi menarik hati laki-laki, maka ini tidak sesuai dengan kenyataan, buktinya banyak perbuatan keji menimpa wani­ta tua, padahal manusia men­ganggap wanita itu sudah tidak menarik lagi, dan ini sudah diingatkan pada zaman dahulu dalam sebuah pepatah
“Setiap, yang terjatuh, masih ada yang memungutnya".
Maksudnya, wanita tua seperti apapun, walaupun telah sangat renta sehingga tidak menarik lagi, ternyata masih ada laki-laki yang tertarik padanya, sehingga laki­-laki itu terjatuh pada perbuatan zina dengan wanita tua, lantaran tidak dapat membendung hawa nafsunya, kurang ketakwaannya, dan tidak takut akan siksa Alloh. Inilah kenyataan yang tidak dapat diingkari".
Demikian juga wring terjadi perkawinan antara dua insan lan­jut usia, padahal orang melihat­nya tidak mungkin mereka akan kawin lagi.

Beberapa Syubhat dan Jawabannya
Pertama
Sebagian orang yang diang­gap berilmu tidak segan-segan mengulurkan tangannya kepada kaum wanita untuk bersalaman mereka beralasan kalau niatnya ikhlas dan dipastikan tidak terjadi kemaksiatan maka dibolehkan, semisal seorang ustadz berjabat tangan dengan murid perem­puannya.
Jawabnya
Nabi kita yang maksum dari perbuatan maksiat saja menolak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya, lalu bagaimana dengan seorang yang hanya berpredikat ustadz, kyai, dan semisalnya, padahal mereka tidak ada Jaminan dari Alloh sebagaimana jaminanNya kepada Nabi kita, apakah mereka lebih suci dari Nabi n kita
Adapun niat ikhlas, maka itu tidak cukup kecuali harus disesuaikan dengan petunjuk Alloh dan Rosul-Nya, bukankah sholat yang bid'ah tidak akan diterima walaupun ikhlas untuk Alloh?
Bukankah sedekah tidak akan diterima apabila dari hasil mencuri?
Adapun pernyataan mereka tidak mungkin ustadz dan kyai terjatuh pada perbuatan keji, maka kenyataannya justru seba­liknya, banyak mereka yang di­anggap ustadz ternyata memiliki hubungan gelap dengan murid perempuannya, hal itu sebabnya karena mereka menuruti hawa nafsunya, yang mana setiap ma­nusia memiliki hawa nafsu dan tidak dibedakan satu dengan lain­nya, na'udhu billah min ihalik semoga Alloh menjaga kita.

Kedua
Sebagian orang mengatakan bahwa dibolehkan seorang laki­laki bersalaman dengan wanita yang bukan mahromnya asalkan dengan penghalang seperti kain, kaos tangan dan semisalnya. Yang dilarang adalah bcrsentuhan langsung.
Jawabnya
Memang ada pendapat seperti di atas tetapi tidak berdasar pada dalil-dalil yang shohih. iustru ha­dits-hadits yang shohih menielas­kan bahwa Nabi n menolak untuk berjabat tangan dengan mereka, dan menyentuh mereka diancam dengan ancaman rang sangat pedih seperti dalam hadits Nia'qil bin Yasar yang telah lalu.
Berjabat tangan dengan wanita menimbulkan fitnah yaitu hasrat melakukan perbuatan keji, sama saja baik secara langsung atau dengan pelapis dan fitnah dapat terjadi walaupun dengan berjabat tangan menggunakan pelapis, dan segala ialan menuju kerusakan telah dilarang dalam agama Islam.

Ketiga
Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrammnya pada zaman modern ini tidak dapat dihindari sehingga boleh karena termasuk darurat.        
Jawabnya
Tersebarnya suatu perkara di masyarakat sama sekah bukan menjadikan perkara itu darurat, kebiasaan yang berjalan tidak dapat merubah ketentuan syar’i, oleh karena itu beberapa waktu yang lalu, di Inggris para demons­tran dari kalangan lesbian dan homoseks turun ke jalan berde­montrasi menuntut dilegalisasi pernikahan antara sesama jenis mereka, lalu diresmikanlah de­ngan undang-undang baru di negeri mereka karena jumlah me­reka terlalu banyak. Akan tetapi walaupun kebanyakan mereka menyetujui hal ini, keputusan mereka ini tidak dapat merubah hukum Alloh yang mengharam­kan semua itu.

Kesimpulan
1. Sindiran terhadap orang yang tidak mau berjabat tangan de­ngan wanita yang bukan mah­romnya sama halnya dengan Sindiran kaum yang ingkar ter­hadap Nabi Luth.
2. Ada tiga sebab seseorang menjadi mahrom bagi lawan jenisnya, yaitu nasab, persusuandan perkawinan.
3. Dalil-dalil pengharaman berja­bat tangan antara laki-laki de­ngan wanita yang bukan mah­romnya jelas dan gamblang oleh karenanya tidak diketahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama yang mu'tabar seperti empat madzhab yang ada.
4. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya hu­kumnya haram baik wanita muda atau sudah tug, dan tidak ada dalil yang membedakan keduanya.
5. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya hu­kumnya haram baik secara langsung atau dengan pelapis.

Demikianlah Alloh dan Rosul-Nya telah menentukan sebuah hukum untuk kemasla­hatan kita semua, adapun ke­biasaan yang membudaya tolak ukur kebenarannya adalah al-Qur'an dan as-Sunnah, apabila berseberangan dengan keduanya, maka sebagai seorang Muslim ha‑
rus mengatakan:
سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا
kami mendengar dan ta’ati
 bukan
سَمِعْنَا وَعْصَيْنَا
 kami mendengar tetapi kami durhaka
Mudah-mudahan kita dija­dikan sebagai hamba yang selalu mendengar dan patuh kepada Robbul Alamin.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar