Berjabat Tangan dengan Wanita
Hiruk-pikuk
dan gemerlapnya dunia telah melalaikan kebanyakan manusia dari aturan Sang Maha
Kuasa. Kemaksiatan terhadap hukum Alloh ada di mana-mana, yang haram menjadi halal,
yang halal dianggap haram, yang bathil dirombak menjadi haq, dan yang haq
diubah menjadi bathil.
Fenomena ini
melanda umat Islam di negeri kita, diawali dari kebiasaan yang terlanjur
membudaya, lalu sedikitnya juru dakwah yang memberi peringatan dari kemungkaran
ini -mungkin karena tidak tabu hukumnya, atau karena alasan lain, kemudian
diperparah oleh mereka yang tidak malu kepada Alloh dan manusia -padahal mereka
dianggap, orang berilmu- tidak segan-segan berjabat tangan dengan kaum wanita
padahal bukan mahromnya.
Kalau mereka
ditanya hukumnya, jawabannya berbeda-beda melihat kondisi penanya. Terkadang
mereka menjawab, "Hukumnva boleh dan tidak ada larangan yang jelas:'
"Haditsnya lemah:' "Itu hukumnya makruh," "Kalau masih
saudara, boleh (walaupun bukan mahromnya)" "Kalau tidak ada maksud
jahat, boleh." jawaban yang terakhir ini banyak didengar dari para Juru
dakwah yang dikenal dengan gelar Ustadz gaul.
Akhirnya,
timbul opini di tengah masyarakat bahwa laki-laki boleh berjabat tangan dengan
wanita (walaupun bukan mahromnya) asal tidak ada niatan jahat. Mereka
menganggap demikianlah sopan-santun terhadap sesama, kemudian manusia pun
mulai meremehkan masalah ini, di antara mereka tidak segan-segan saling
menempelkan pipi dengan pipi. Bahkan apabila ada yang tidak mau berjabat tangan
dianggap, kolot, tidak beradaptasi, kurang gaul, sok suci clan seabrek sindiran
yang intinya sama dengan sindiran kaum yang inakar terhadap Nabi Luth r dengan ucapan:
إِنَّهُمْ أُنَاسٌ
يَتَطَهَّرُونَ
...
Sesungguhnya mereka (Nabi Luth dan pengikuttnya) adalah orang-orang yang berpura-pura
mensucikan dirinya.
(Al-A’rof 7. 82)
Seandainya
manusia mau berfikir jernih, tidak mendahulukan hawa nafsu, bertanya kepada
orang yang ahli dalam bidangnya, dan menerima keputusan Alloh dan Rosul-Nya,
niscaya mereka akan mendapatkan kemuliaan dan lebih jauh dari segala kerusakan
yang timbul dari perbuatan mereka sendiri.
Berikut ini
kami sajikan seputar hukum berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang
bukan mahromnya sesuai dengan dalil-dalil syar'i dan penjelasan para ahli ilmu
yang insya Allah dapat menepis syubhat dan keraguan yang ada di zaman modern
ini, semoga bermanfaat.
Sebelum kita
membahas hukum berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan
mahromnya, menjadi keharusan bagi kita mengetahui siapakah wanita mahrom bagi
seorang laki-laki atau sebaliknya.
Mahrom bagi
laki-laki adalah wanita yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya, dan mereka
terbagi menjadi 3 macam sebab:
a. Dengan sebab adanya nasab/
keturunan.
Mereka ada
tujuh golongan yang tercantum dalam surat
an-Nisa' ayat 23 semuanya adalah mahrom bagi seorang, laki-laki, yaitu;
1. Ibu,
nenek, dan seterusnya ke atasnya.
2. Anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawahnya.
3. Saudari,
baik- saudari kandung, saudari seayah, atau saudari seibu.
4. Bibi
(saudari avah baik dari saudari kandung, saudari seayah, atau seibu.
5. Bibi
(saudari ibu) baik dari saudari kandung, saudari seayah, atau seibu.
6. Anakperempuan
dari saudara (keponakan) baik dari saudara kandung, saudara seayah, atau
saudara seibu.
7. Anak
perempuan dari saudari (keponakan) baik dari saudari kandung, saudari seayah,
atau saudari seibu.
b. Dengan
sebab persusuan
Mereka
adalah mahrom bagi laki-laki yang disebabkan karena adanya persusuan. Dan mereka juga ada tujuh golongan sebagaimana mahrom
yang disebabkan karena hubungan nasab, karena persusuan dapat menjadikan
seseorang wanita yang menyusui menjadi mahrom bagi anak laki-laki yang
disusuinya, demikian juga kerabat-kerabatnya, sebagaimana sabda Rasulullah n:
Menjadi mahrom
dengan sebab persusuan, sebagaimana menjadi mahrom sebab nasab.
(HR. Bukhori
2645, Muslim 1071)
c. Dengan
sebab perkawinan
Mereka adalah para mahrom dari seorang
laki-laki dengan sebab adanya perkawinan:
1. Istri
bapaknya, sebagaimana dalam surat
an-Nisa' ayat 22.
2. Istri
dari anak perempuannya, istri dari cucu perempuannya, dan terus ke bawahnya
sebagaimana dalam surat
an-Nisa' ayat 23.
3. Ibu istri,
nenek istri, dan yang di atasnya, sebagaimana dalam surat an-Nisa 23.
4. Anak perempuan
dari istri' (anak tiri, dengan syarat laki-laki itu telah mengumpuli
istrinya).
Dalil-dalil
Haramnya Berjabat tangan Laki laki dan wanita
Di antara
dalil-dalil pengharaman berjabat tangan antara kaum laki-laki dengan wanita
yang bukan mahromnya adalah sebagai berikut:
Dalil
pertama:
Dari Maqil
bin Yasar bahwasanya Rosululloh n bersabda:
"Sungguh
apabila kepala seseorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi (maka
itu) lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
Dalil kedua:
Dalam sebuah
hadits dijelaskan bahwa apabila. manusia tidak terjatuh kepada perbuatan zina
yang sebenarnya, maka mereka akan jatuh kepada perbuatan zina yang bukan zina
sebenarnya, di antaranya adalah menyentuh wanita yang bukan mahromnya,
sebagaimana dalam sebuah hadits:
Dari
Abu Huroiroh, dari Nabi beliau n bersabda," Telah
ditulis atas anak Adam bagiannya dari perzinaan, pasti akan dialami (bagian
tersebut) dan tidak mungkin tidak. Maka mata zinanya melihat, telinga zinanya
mendengar, lisan zinanya berkata-kata, tangan zinanya memegang, kaki zinanya
melangkah, hati zinanya bernafsu clan berangan-angan, dan yang menjadikan itu
semua (zina sebenarnya) atau ticlak adalah kemaluannya."
(HR. Bukhori
41170, dan Muslim 8152)
Imam Nawawi v menjelaskan makna hadits ini
dengan mengatakan', "semua anak Adam pasti ditakdirkan melakukan perbuatan
zina, di antara mereka ada yang melakukan zina sebenarnya yaitu dengan
memasukkan kemaluannya ke farji yang haram, akan tetapi di antara mereka ada
yang zinanya majazi (bukan zina yang sebenarnya) yaitu dengan melihat yang
haram, mendengar yang haram, atau dengan menyentuh wanita yang bukan mahromnya
baik dengan tangan (bersalaman) ataupun dengan menciumnya, atau (di antara zina
yang bukan sebenarnya adalah) melangkah kepada yang haram, berangan-angan yang
haram... dst."
Dalil
ketiga:
Rosululloh n menolak berjabat tangan
dengan para wanita yang dibai'atnya, sebagaimana tatkala beliau diminta untuk
mengulurkan tangannya membai'at kaum wanita, lalu beliau menolaknya.
Dan Aisyah
mengatakan sambil bersumpah;
Demi
Alloh tidak pernah sama sekali tangan Nabi menyentuh tangan wanita, akan tetapi
Nabi membaiat mereka hanya dengan ucapan.
(HR Bukhori 2713,
Muslim 1866)
Rosululloh
sendiri menolak berjabat tangan dengan kaum wanita sebagaimana sabdanya;
Sesungguhnya
aku tidak berjabat tangan dengan wanita.
(Dishohibkan oleh al-Albani dalam Sunan
IbmiNfajah no. 2874)
- Penolakan
Nabi berjabat tangan pada waktu bai'at yang sangat penting dan sangat
dibutuhkan berjabatan tangan sebagai pertanda sahnya bai'at, menunjukkan bahwa
berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnva hukumnya
haram, dan ini menuniukkan bahwa berjabat tangan dengan wanita yang bukan
mahromnya pada waktu yang tidak dibutuhkan jabatan tangan (selain waktu
berbai'at) maka hal ini hukumnya jelas lebih haram'.
- Penolakan
nabi berjabat tangan pada waktu membai'at kaum wanita, padahal beliau n ma’sum:
terjaga kesuciannya dan diampuni dosa yang telah lalu dan akan datang), tidak
lain sebagai petunjuk bagi kita -yang, tidak terjaga dari segala kemaksiatan,
tidak pernah aman dari fitnah kaum wanita, dan gangguan syaithan yang mengalir
dalam jalan darah kita, untuk tidak berjabatan tangan dengan wanita yang bukan
mahromnya.
Dalil ke
empat
Berjabat tangan
antara laki- laki dengan wanita yang bukan mahromnya adalah jalan menuju
perbuatan keji dan zina, banyak dijumpai kaum laki-laki dan perempuan saling
menikmati satu sama lainnya dengan hanya berpandangan, atau dengan percakapan,
yang pada akhirnya mereka terjatuh pada kemaksiatan, apalagi kalau sampai
sudah bersentuhan satu sama lainnya, maka bersentuhan lebih dominan mengantarkan
mereka kepada perbuatan zina yang sebenarnya. Oleh karena itu pintu menuju hal
yang haram wajib ditutup rapat-rapat sebelum berjatuhan korban dalam kerusakan
tersebut, seperti wajibnya membuka jalan menuju
perkara yang wajib, sebagaimana dikatakan Menutup jalan menuju yang
haram adalah wajib seperti wajibnya membuka jalan menuju yang wajib.
Berkata Imam
asy Syinqiti :
“Alloh
memerintahkan kaum muslimin untuk selalu menundukkan pandangannya tidak lain
untuk menjaga diri mereka dari fitnah/godaan (akibat memandang), tidak
diragukan lagi bahwa bersentuhan kulit dengan kulit (seperti berjabat tangan)
itu lebih cepat menggerakkan nafsu, dan lebih kuat godaannya (menuju perbuatan
keji) daripada sekedar memandang dengan mata, dan setiap orang yang jujur pasti
mengetahui hal ini.
Kesepakatan
4 Madzhab dalam hal ini
Para ulama dari
semua madzhab bersepakat atas haramnya seorang laki-laki berjabat tangan
dengan wanita yang bukan mahromnya:
Madzhab
Hanafi
Berkata
Alaud Din Abu Bakar al-Kasani setelah berbicara seputar hukum melihat wajah
dan tangan wanita:
"Adapun hukum
menyentuh wajah dan tangan wanita (yang bukan mahromnya) adalah tidak halal (haram) Adapun melihat wajah dan tangan
wanita itu dibolehkan karena darurat sebagaimana alasan yang kami kemukakan,
sedangkan menyentuh keduanya tidak ada kata darurat....
Madzhab
Maliki
Berkata Imam
Abu Bakar Ibnul Arobi:
"Nabi tidak bersedia berjabat tangan
dengan wanita (yang bukan mahromnya) disebabkan karena telah kita pahami
bersama bahwa syariat kita mengharamkan untuk menyentuh mereka kecuali
mereka-mereka yang halal saja."
Demikian
yang dikatakan oleh Imam Abul Walid al-Baji, Abul Barokat Ahmad ad-Dardir, dan
as-Showi serta yang lainnya.
Madzhab
Syafi'i
Berkata Imam Nawawi v dalam menjelaskan hadits
bai'at Nabi n terhadap
kaum wanita":
"Dalam
hadits tersebut (ada beberapa ibroh di antaranya) suara wanita boleh
didengarkan ketika ada suatu kebutuhan, suaranya bukanlah aurat, dan tidak
dibolehkan menyentuh wanita yang bukan mahromnya kecuali karena darurat seperti
pengobatan .... dst"
Bahkan
beliau v mempertegas
perkataan di atas dengan ungkapannya yang masyhur,"
Apabila
melihat wanita itu diharamkan, maka menyentuhnya lebih haram lagi lantaran (menyentuh
itu) lebih sangat terasa nikmatnya.
Demikian
pula yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqolani dalam Fathul Bari 13/204,
al-Hafidz al-'Iroqi dalam Thoriqut Tatsrib fi Syarh at-Taqrib 7/44-45, dan Ibnu
an-Naqib dalam Mughni al-Muhtaj 3/133
Madzhab
Hambali
Imam Ibnu
Muflih al-Hambali
v dalam
masalah ini:
Maka
sesunguhnya Haram Hukumnnya laki-laki berjabat tangan dengan wanita yang bukan
muhrimnya
Demikian
juga yang dikatakan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah v dalam al-Ikhtiyarot
al-Ilmiyah, Ibnu Manshur al-Maruzi dalam Masa'il Ahmad wa Ishaq 1/211, dan as-Saffarini
dalam Ghidhaul Albab bi Syarh Mandlumatil Adab 1/280.
Bolehkan
bersalaman dengan wanita tua
Dalam kitab
ad-Dur alMukhtar oleh Imam at-Thohthowi dikatakan "Adapun wanita tua yang
tidak mempunyai hasrat (untuk menikah), maka boleh (bagi laki-laki) bersalaman
dengan mereka dan boleh menyentuh kedua tangannya dengan syarat aman dari
fitnah"
Pernyataan
seperti ini sekedar ijtihad seorang ulama yang bertentangan dengan dalil-dalil
syar'i secara umum, di antaranya;
Dalil-dalil
larangan berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya
bersifat umum mencakup wanita muda, atau wanita tua, dan tidak terdapat dalil
pengkhususannya.
Segala jalan
menuju perbuatan zina telah dilarang oleh Alloh, seperti memandang wanita yang
bukan mahromnya, dan menyentuh atau berjabat tangan dengan wanita yang bukan
mahromnya termasuk perantara menuju perbuatan zina, maka termasuk dalam larangan-Nya
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan
jangan mendekati zina, karena (zina) itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan
yang buruk"
(Al-Isro' 17.
32)
- Adapun
alasan aman dari fitnah lantaran wanita tua tidak lagi menarik hati laki-laki,
maka ini tidak sesuai dengan kenyataan, buktinya banyak perbuatan keji menimpa
wanita tua, padahal manusia menganggap wanita itu sudah tidak menarik lagi,
dan ini sudah diingatkan pada zaman dahulu dalam sebuah pepatah
“Setiap,
yang terjatuh, masih ada yang memungutnya".
Maksudnya,
wanita tua seperti apapun, walaupun telah sangat renta sehingga tidak menarik
lagi, ternyata masih ada laki-laki yang tertarik padanya, sehingga laki-laki
itu terjatuh pada perbuatan zina dengan wanita tua, lantaran tidak dapat
membendung hawa nafsunya, kurang ketakwaannya, dan tidak takut akan siksa
Alloh. Inilah kenyataan yang tidak dapat diingkari".
Demikian
juga wring terjadi perkawinan antara dua insan lanjut usia, padahal orang
melihatnya tidak mungkin mereka akan kawin lagi.
Beberapa
Syubhat dan Jawabannya
Pertama
Sebagian
orang yang dianggap berilmu tidak segan-segan mengulurkan tangannya kepada
kaum wanita untuk bersalaman mereka beralasan kalau niatnya ikhlas dan
dipastikan tidak terjadi kemaksiatan maka dibolehkan, semisal seorang ustadz
berjabat tangan dengan murid perempuannya.
Jawabnya
Nabi kita
yang maksum dari perbuatan maksiat saja menolak berjabat tangan dengan wanita
yang bukan mahromnya, lalu bagaimana dengan seorang yang hanya berpredikat
ustadz, kyai, dan semisalnya, padahal mereka tidak ada Jaminan dari Alloh
sebagaimana jaminanNya kepada Nabi kita, apakah mereka lebih suci dari Nabi n kita
Adapun niat
ikhlas, maka itu tidak cukup kecuali harus disesuaikan dengan petunjuk Alloh
dan Rosul-Nya, bukankah sholat yang bid'ah tidak akan diterima walaupun ikhlas
untuk Alloh?
Bukankah
sedekah tidak akan diterima apabila dari hasil mencuri?
Adapun pernyataan
mereka tidak mungkin ustadz dan kyai terjatuh pada perbuatan keji, maka
kenyataannya justru sebaliknya, banyak mereka yang dianggap ustadz ternyata
memiliki hubungan gelap dengan murid perempuannya, hal itu sebabnya karena
mereka menuruti hawa nafsunya, yang mana setiap manusia memiliki hawa nafsu
dan tidak dibedakan satu dengan lainnya, na'udhu billah min ihalik semoga
Alloh menjaga kita.
Kedua
Sebagian
orang mengatakan bahwa dibolehkan seorang lakilaki bersalaman dengan wanita
yang bukan mahromnya asalkan dengan penghalang seperti kain, kaos tangan dan
semisalnya. Yang dilarang adalah bcrsentuhan langsung.
Jawabnya
Memang ada
pendapat seperti di atas tetapi tidak berdasar pada dalil-dalil yang shohih.
iustru hadits-hadits yang shohih menielaskan bahwa Nabi n menolak untuk berjabat
tangan dengan mereka, dan menyentuh mereka diancam dengan ancaman rang sangat
pedih seperti dalam hadits Nia'qil bin Yasar yang telah lalu.
Berjabat
tangan dengan wanita menimbulkan fitnah yaitu hasrat melakukan perbuatan keji,
sama saja baik secara langsung atau dengan pelapis dan fitnah dapat terjadi
walaupun dengan berjabat tangan menggunakan pelapis, dan segala ialan menuju
kerusakan telah dilarang dalam agama Islam.
Ketiga
Berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahrammnya pada zaman modern ini tidak dapat
dihindari sehingga boleh karena termasuk darurat.
Jawabnya
Tersebarnya
suatu perkara di masyarakat sama sekah bukan menjadikan perkara itu darurat, kebiasaan
yang berjalan tidak dapat merubah ketentuan syar’i, oleh karena itu beberapa
waktu yang lalu, di Inggris para demonstran dari kalangan lesbian dan homoseks
turun ke jalan berdemontrasi menuntut dilegalisasi pernikahan antara sesama
jenis mereka, lalu diresmikanlah dengan undang-undang baru di negeri mereka
karena jumlah mereka terlalu banyak. Akan tetapi walaupun kebanyakan mereka
menyetujui hal ini, keputusan mereka ini tidak dapat merubah hukum Alloh yang
mengharamkan semua itu.
Kesimpulan
1. Sindiran
terhadap orang yang tidak mau berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya
sama halnya dengan Sindiran kaum yang ingkar terhadap Nabi Luth.
2. Ada tiga sebab seseorang
menjadi mahrom bagi lawan jenisnya, yaitu nasab, persusuandan perkawinan.
3. Dalil-dalil
pengharaman berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya
jelas dan gamblang oleh karenanya tidak diketahui adanya perbedaan pendapat di
kalangan ulama yang mu'tabar seperti empat madzhab yang ada.
4. Berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahromnya hukumnya haram baik wanita muda atau
sudah tug, dan tidak ada dalil yang membedakan keduanya.
5. Berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahromnya hukumnya haram baik secara langsung
atau dengan pelapis.
Demikianlah
Alloh dan Rosul-Nya telah menentukan sebuah hukum untuk kemaslahatan kita
semua, adapun kebiasaan yang membudaya tolak ukur kebenarannya adalah
al-Qur'an dan as-Sunnah, apabila berseberangan dengan keduanya, maka sebagai
seorang Muslim ha‑
rus
mengatakan:
سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا
kami
mendengar dan ta’ati
bukan
سَمِعْنَا وَعْصَيْنَا
kami mendengar
tetapi kami durhaka
Mudah-mudahan
kita dijadikan sebagai hamba yang selalu mendengar dan patuh kepada Robbul
Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar