Home » » Etika Makan Dan Minum

Etika Makan Dan Minum

Written By faizin on Minggu, 20 Oktober 2013 | 05.53



Etika Makan Dan Minum
Makan merupakan nikmat Allah yang besar. Allah Subbaanahu wa Ta'aala menerangkan nikmat ini kepada manusia dalam berbagai ayat al-Qur’an, agar mereka merenungkan dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut. Allah
ingin agar manusia menyadari dan mengetahui betapa besar nilai kenikmatan makan tersebut sekaligus mensyukurinya sebagai limpahan karunia dari Allah Yang Maha Memberi Rizki lagi Maha dermawan.
Di antaranya Allah Ta'ala berfirman:
فَلْيَنظُرِ الْإِنسَانُ إِلَىٰ طَعَامِهِ [٨٠:٢٤]
maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا [٨٠:٢٥]
Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا [٨٠:٢٦]
kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya,
فَأَنبَتْنَا فِيهَا حَبًّا [٨٠:٢٧]
lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,
وَعِنَبًا وَقَضْبًا [٨٠:٢٨]
anggur dan sayur-sayuran,
وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا [٨٠:٢٩]
zaitun dan kurma,
وَحَدَائِقَ غُلْبًا [٨٠:٣٠]
kebun-kebun (yang) lebat,
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا [٨٠:٣١]
dan buah-buahan serta rumput-rumputan,
مَّتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ [٨٠:٣٢]
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
 ('Abasa 80. 24-32)

Allah Ta'ala memerintahkan para Rasul-Nya untuk makan dari makanan yang baik, kemudian beramal dengan amal yang baik.
 Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [٢٣:٥١]
Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Mu'minuun 23. 51)

Dan Allah Ta'ala pun memerintahkan hal yang serupa kepada para hamba-Nya yang beriman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [٢:١٧٢]
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(Al-Baqarah 2. 172)

Sebagai salah satu bentuk syukur kita terhadap nikmat makan dan minum, maka berusahalah untuk menerapkan etika-etika makan dan minum dalam kehidupan kita.

Beberapa etika Makan
1.    Ketika Allah memberikan rizki makanan maka sebelum dimakan bacalah do'a ini:
اللَّهُمَّ بَارِك لَنضا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
"Ya Allah, berkahilah kami pada makanan ini, dan beri makanlah kami dengan makanan yang lebih baik darinya."
(Hasan. Lihat Shahiih an Dha'iif Abi Dawud (VII/230, asy- Syaamilah)

2. Cuci tangan sebelum dan setelah makan.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ [٢:٢٢٢]
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

 (Al-Baqarah 2. 222)
Nabi n bersabda:
الطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَابِ
"Bersuci adalah sebagian dari iman."
(HR. Muslim (no. 223)

Nabi n bersabda:
إِذَا بَاتَ أَحَدُكُمْ وفِي يَدِهِ غَمَرٌ فَأَصَابَهُ ثَيْءٌ فَلاَ يَلُوْ مِنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
"Jika seseorang tidur sementara di tangannya ada kotoran daging (sisa makanan), lalu ia tertimpa sesuatu (sepeni digigit tikus), maka janganlah ia
mencela kecuali kepada dirinya sendiri."
(Shahiih. Lihat Shahiibut Targhiib wat Tarhiib II/ 251, asy-Syaamilah)

3. Dianjurkan makan sambil duduk.
Diriwayatkan dari Qatadah dari Anas, dari Nabi n bahwa beliau melarang seseorang minum sambil berdiri.
Qatadah berkata, "Kami bertanya: Bagaimana dengan makan? Maka ia (Anas menjawab, "Itu lebih buruk atau lebih kotor."
(HR. Muslim (no. 3772)

4. Basmalah (membaca: بِسْمِ اللَّهِ ) sebelum makan.
Diriwayatkan dari'Aisyah c bahwa Rasulullah n bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذَكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ
 بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika lupa membaca basmalah di awal (sebelum) makan, maka hendaklah ia mengucapkan: Bismillaahi auwalahu wa aakhiruhu (dengan menyebut nama Allah di awal dan di akhirnya)"
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud VII/267, asy-syaamilah)

 Disyari'atkan untuk makan dengan tangan kanan.
Rasulullah n menyukai melakukan hal-hal baik dengan yang kanan. Diriwayatkan dari 'Aisyah c, ia berkata, "Rasulullah n biasa mendahulukan yang kanan dalam bersuci, memakai sandal dan menyisir rambut."
(HR Bukhari no. 5406)

Diriwayatkan dari Hafshah c bahwa Rasulullah n menjadikan tangan kanannya untuk makanan dan minumannya dan menjadikan tangan kirinya untuk selainnya.
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud 1/110, asy-syaamilah)

Hadits 'Umar bin Abi Salamah di atas juga menganjurkan agar makan dari makanan yang dekat dengan diri kita.
Tidak menjangkau makanan yang ada di dekat orang lain atau menjangkau tengah-tengah wadah makanan.
Dalil yang lainnya, diriwayatkan dari Anas bin Malik z, ia mengatakan bahwa Rasulullah n bersabda:
اُذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلْيَاْكُّلُ كُلُّ رَجُلٍ مِمَّ يَلِيْهِ
"Sebutlah oleh kalian Nama Allah, dan hendaklah setiap orang makan dari makanan yang ada di dekatnya."
(HR Bukhari)

5. Makan dari yang halal dan baik. Serta waspada dari makanan yang haram, hasil curian, yang syubhat (tidak jelas halal dan haramnya), dan yang diambil sedangkan kita merasa malu mengambilnya.

Allah Ta'ala berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [١٦:١١٤]
"Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepada kalian dan syukurilah nikmat Allah, jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.
(An-Nahl 16. 114)

Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-shiddiq z, ia mengatakan bahwa beliau
mendengar Rasulullah n bersabda:
كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
"Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram, maka Neraka lebih utama baginya."
(Shahih. Lihat Shahiihul Jaami' (no. 8648, asy-Syaamilah)

Diriwayatkan dari'Aisyah z, ia berkata, "Abu Bakar memiliki seorang hamba sahaya yang disuruhnya untuk berusaha, dan Abu Bakar suka memakan hasil
usaha hamba sahayanya. Suatu hari, hamba itu membawa sesuatu (makanan), dan Abu Bakar memakannya. Hamba sahaya itu berkata kepada
Abu Bakar, "Tahukah engkau dari mana makanan ini?" Abu Bakar berkata, "Dari mana?" Ia menjawab, "Dulu aku berpraktek dukun kepada manusia di zaman jahiliyah, namun aku tidak pandai berdukun, aku hanyamenipu manusia.
Lalu seseorang berjumpa denganku dan ia memberikan makanan tersebut kepadaku. Itulah makanan yangengkau makan." Maka Abu Bakar memasukkan tangannya (ke mulutnya) dan memuntahkan semua yang ada di perutnya."
(HR Bukhari no. 3554)

6. Makan dengan tiga jari, dan menjilati jari-jemari sebelum mencuci tangan.
Diriwayatkan dari Ka'b z bahwa Rasulullah n biasa makan dengan tiga jari dan apabila telah selesai makan, maka beliau menlilati jari-jemarinya itu.
(HR Muslim)

Perhatikan bahwa sisa makanan yang menempel pada tangan tidak dilap dengan tisu atau sapu tangan.

Dan diriway'atkan oleh Ibnu' Abbas z bahwasanya Nabi n bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا
“Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengelap tangannya hingga ia menjilatinye atau menyuruh orang lain untuk menjilatinya."
(HR Bukhari dan Muslim)

Nabi n bersabda:
إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ
"Apabila suapan salah satu dari kalian jatuh, maka buanglah kotorannya, dan makanlah sisanya, jangan biarkan disantap syaithan."
Anas berkata, "Dan Rasulullah n memerintahkan kami untuk membuang kotoran dari mangkuk ceper yang besar. Dan beliau n bersabda:
فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَةُ
"Karena kalian tidak mengetahui dalam makanan yang mana terdapat berkah."
(HR Muslim no 5426)

7. Hindari meniup makanan yang masih panas, dan hindarilah memakan makananyang sangat panas atau sangat dingin. Hindari pula bernafas di dalam bejana, mangkuk, gelas atau yang lainnya.

Nabi n bersabda:
إِذَأ بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذُنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِبِهِ وَلاَ يَسْتَنْجِي بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يتَنَفَّس فِي الإِنَاءِ
“Jika salah seorang dari kalian kencing, maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, dan janganlah ia istinja (cebok)
dengan tangan kanannya. Dan janganlah ia bernafas di dalam bejana".
(HR Bukhari no 150)

An-Nawawi berkata dalam Syarbul Muslim (1/426, asy- Syamilah),
 "Maksudnya: tidak boleh bernafas di dalam bejana (dengan posisi mulut
dan hidung ada di dalam bejana). Adapun bernafas tiga kali di luar bejana, maka hal ini merupakan sunnah yang terkenal."

Diriwayatkan dari Asma' binti Abi Bakar, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah n bersabda:
إِنَّهُ أَعْظَمُ لِلبَرَكَةِ
"Sesungguhnya ia (makanan yang telah hilang panasnya) lebih besar keberkahannya."
(Shahiih. Lihat ash-Shabiibah al-Mukbtasharah (l/747, asy-Syaamilah)

Syaikh al-Albani v berkata:
 "TeIah shahiih dari Abu Hurairah z bahwa ia berkata:
لاَيُؤْكَلُ طَعَامٌ حَتَّى يَذْهَبَ بُخَارُهُ
"Janganlah makanan dimakan hingga hilang kepulan asapnya"
(Lihat ash-Shabiibah al-Mukbtasharah (l/747, asy-Syaamilah)

8. Makanlah sambil duduk dengan tegak, hindari makan sambil bertelekan (bersandar), duduk miring, berdiri, berbaring atau sambil berjalan.
Diriwayatkan dari 'Ali bin al-Aqmar, "Aku mendengar Abu Juhaifah mengatakan bahwa Nabi n bersabda:
لاَ آكُلُ مُتَّكِئًا
"Aku tidak makan sambil bertelekan.”
(HR Bukhari no 4979)

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Busr, bahwa Nabi n memiliki mangkuk ceper yang sangat besar-namanya: al-gharraa'-yang biasa dibawa oleh empat orang. Ketika hari telah beranjak siang dan mereka telah shalat Dhuha, maka didatangkanlah mang- kuk ceper besar tersebut, dan di dalamnya terdapat roti yang telah dipotong-potong yang telah direndam dalam kuah. Maka mereka pun mengelilinginya. Setelah banyak orang maka Rasulullah pun duduk berlutut. Maka seorang badui (Arab pedalaman) berkata, "Mengapa engkau duduk sepeni ini?" Maka Nabi n bersabda:
إِنَّ اللَّهِ جَعَلَبِي عَبْدًا كَرِيْمًا وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا عَنِيْدًا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ n كُلُوْا مِنْ حَوَالَيْهَا وَدَعُوْا ذِرْوَتَهَا يُبَارَكْ فِسْهَا
"Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai seorang hamba yang mulia, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang sewenang-wenang lagi keras kepala." Kemudian Rasulullah n bersabda:
"Makanlah dari pinggiran-pinggiran mangkuk ceper besar ini, biarkanlah tengah-tengahnya, maka makanan tersebut diberkahi."
(Shahiih. Lihat Shahiih Wa Dha'iif Abi Dawud VIII/237, Asy-Syaamilah)

9. Tidak mencela makanan sedikitpun, karena hal itu merupakan kenikmatan dari Allah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z, ia berkata,
 "Aku tidak pernah melihat Rasulullah n mencela makanan sama sekali. Jika beliau menginginkan makanan itu maka beliau memakan-Nya, dan apabila tidak menginginkannya maka beliau diam tidak berkata-kata."
(HR Muslim)

10. Tidak memubazirkan makanan.
Seperti membuang sisanya ke dalam keranjang sampah. Maka ambillah makanan sedikit saji, agar tidak berlebihan. Apabila ingin menambah, maka perkirakanlah agar jangansampai terbuang sia-sia.
Sudah disampaikan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah n memerintahkan untuk memungut makanan yang jatuh, membersihkan kotorannya, dan memakan makanan yang bersih, karena membuangnya adalah menggembirakan syaithan.
Rasulullah n memerintahkan untuk menjilati jari-jemari bekas makan dan menjilati piring, seraya bersabda:
إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُوْنَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ
"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui, pada makanan yangmana terdapat berkah"
(HR Muslim no. 5420)

11. Tidak mendahului makan sebelum orang-orang makan.
Karena dapat menimbulkan prasangka orang bahwa kita sangat kelaparan atau orang yang rakus.

l2. Tidak memperbanyak makan, atau berlebih-lebihan sampai terlalu kenyang, karena hal ini akan menghilangkan kecerdasan dan menimbulkan berbagai penyakit.

Allah Ta'ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا 
"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
(Al-A'raaf 7. 31)

Nabi n bersabda:
مَا مَلأَ آدَمِيُّ وِعَاءً ثَرَّا مِنْ بَطْنٍ بحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَتَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِثَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidaklah seseorang memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi seorang anak Adam makan makanan yangdapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak boleh tidak, maka isilah sepertiga perutnya untuk makanan, sepeniga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafasnya."
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif at-Tirmidzi V/2380, asy-Syaamilah)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah z, ia berkata:
مَا ثَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ ى مِنْ طَعَامٍ ثَلاَثَتَ أَيَّامٍ حَتَّى قُبِضَ
"Keluarga Muhammad n tidak pernah kenyang makan selama tiga hari berturut-turut, hingga beliau meninggal."
(HR Bukhari no 4955)

Namun sesekali dibolehkan makan hingga kenyang, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik yang panjang, yang diriwayatkan oleh al-Bukhari. Dalam hadits itu dikisahkan mengenai maliinan yang dikirim Abu Thalhah
dan Ummu Sulaim yang penuh berkah. Disebutkan dalam hadits tersebut:
فَأَكَلَ القَوْمُ كُلُهُمْ وَشَبِعُوْا وَالقَوْمُ ثَمَانُوْنَ رَجُلاً
"Maka kaum itu makan seluruhnya sampai kenyang. Jumlah mereka kala itu 80 orang."
(Aadadbul Akli karya Al-Aqfahasyi (1/7-8, asy-Syaamilah)

Al-Aqfahasyi dalam kitab Aadaabul Akli menyebutkan peringkat-peringkat makan:
1. Makan sekedar untuk mempertahankan hidup saja.
2. Lebih dari itu, agar memiliki kekuatan untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu, tanpa shalat-shalat sunnah.
(nomor 1 dan 2 ini hukumnya wajib).
3. Makan agar dapatpula melaksanakan amal-amal Sunnah seperti qiyaamul lail. Makan seperti ini dianjurkan dan dicintai (mustahabb).
4. Makan agar dapat menegakkan badannya dalam rangka mencari nafkah.
5. Makan dengan memenuhi sepertiga perutnya, maka ini tidak makruh.
6. Lebih dari sepertiga perut maka dimakruhkan, karena akan mewariskan malas dan banyak tidur. Dan hal itu membuat pikiran beku, dan kerasnya hati.
7. Makan sampai kekenyangan sehingga membahayakan dirinya, dan ini diharamkan, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebiban. Sungguh Allab tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. "
(Al-A'raaf 7. 31)

13. Hindarilah bermegah-megahan dan menyombongkan diri dengan makanan-makanan yang mewah.
Karena hal ini membuat sakit hati orang-orang fakir dan menyerupai orang-orang kafir, di mana mereka tidak mengenal kehidupan dunia ini kecuali kelezatan dan syahwat semata.
Allah Ta'aIa berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ [٤٧:١٢]
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.
 (Muhammad 47. 12)

Diriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah n bersabda:
كُلُوا،وَاشْرَبُوا، وَتَصَدَّقُا فِي غَيْرِ سَرَفٍ وَلاَ مَخِيلَةٍ، إِنَّ اللَّهَ تَعَلَى يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ بِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
"Makanlah kalian dan minumlah, serta bershadaqahlah tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah Ta'ala senang melihat bekas nikmat-Nya pada hamba-Nya."
(Shahiih. Lihat al-Mustadrah karya al-Hakim (no. 7188, asy-Syaamilah). Ia berkata, "Hadits dengan sanad shahih,
dan tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim.")

14. Dianjurkan untuk membicarakan makanan untuk membuat betah.
Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah z bahwa Nabi n bertanya kepada keluarga beliau tentang lauk pauk. Mereka menjawab: 'Tidak ada apapun pada kami selain cuka. Maka Rasulullah
n mendo'akan cuka tersebut, lalu beliau makan dengannya. Dan beliau bersabda:
بِعْمَ الأُدُمُ الخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الخَلُّ
"Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka"
(HR Muslim no 3824)

Hadits di atas juga memberikan faedah:
-          Menyukai cuka, karena ia adalahsebaik-baik lauk pauk.
-          Menerima dan bersyukur atas apa yang ada pada keluarganya berupa makanan yang Allah karuniakan kepadanya.
-          Menahan hawa nafsu dari keinginan memakan makanan-makanan yang lezat.

l5. Menganggap cukup dengan satu jenis lauk pauk adalah hal yang terpuji.
Bahkan sekalipun ranpa lauk pauk, Rasulullah tidak menampiknya.
 Diriwayatkan dari Jabir z, ia berkata, "Sesungguhnya ketika mereka (para Shahabat) sedang memakan kurma yang diletakkan di atas perisai (tameng),
lewatlah Nabi n. Maka kami pun berkata, 'Kemarilah (wahai Rasulullah).' Maka beliau n pun mendatangi kami dan makan kurma bersama kami, dan beliau tidak menyentuh air (cuci tangan) terlebih dahulu."
(Shabiih Ibnu Hibban (V/326, asy-Syaarnilah)

16. Menghindari tertawa ketika makan.
Apalagi tertawa terbahak-bahak, memperolok-olokkan seseorang atau mengghibahnya, atau memusatkan pandangan kepada wajah-wajah orang yang hadir. Hal ini akan membuat mereka tidak merasa nyaman, lalu terkadang mereka menyangka buruk kepada kita, atau terkadang membuatnya berhenti makan sebelum waktunya, atau kenikmatan makan yang mereka rasakan tiba-tiba lenyap.

Dalam keadaan tidak sedang makan, perbuatan seperti ini terlarang, maka terlebih lagi ketika sedang makan. Apabila seseorang tertawa maka kemungkinan besar ada sesuatu yang keluar dari mulutnya, atau ia tersedak, sehingga mengundang berbagai penyakit.

17. Rapatkanlah kedua bibir ketika sedang mengunyah makanan.
Pertama agar tidak terjadi percikan-percikan ludah dari mulut ketika sedang mengunyah makanan, Kedua agar tidak menimbulkan bunyi bibir dan lidah yang berdesis atau berdecak.

18. Kunyahlah makanan dengan sempurna, agar perut dapat mencernanya dengan mudah dan baik.

19. Apabila batuk atau bersin, maka palingkanlah wajah dari makanan atau wajah orang lain.
Jika mampu, maka pernisilah kepada yang hadir untuk menghindari hal-hal yang tidak mereka sukai.

20. Hindarilah berdehem, bersendawa, atau membicarakan sesuatu yang kotor.
Karena dapat menghilangkan selera makan orang lain.

21. Hindarilah mengkonsumsi segala jenis makanan.
Sekalipun jumlahnya masing-masing sedikit, karena pada umumnya akan membahayakan kesehatan tubuh.
Syaikh al-Albani berkata dalam adh-Dha'iifah (1/329, ary-Syaamilah), "Sehubungan dengan ini, saya katakan bahwa saya pernah melaparkan
diri saya di akhir tahun 1379 H selama empat puluh hari berturut-turut. Saya tidak mengkonsumsi makanan sama sekali, dan tidak ada yang masuk ke perut saya selain air. Hal ini dimaksudkan untuk kesembuhan dari beberapa penyakit. Hasilnya: Saya sembuh dari beberapa penyakit, tapi tidak dari penyakit yang lainnya. Dan sebelumnya saya pernah berobat kepada beberapa orang dokter selama kurang lebih sepuluh tahun, tanpa hasil yang signifikan. Dari
terapi melaparkan diri ini saya memperoleh dua faedah yanglangsung saya rasakan sendiri:
Pertama: Bahwa manusia itu mampu bertahan dalam keadaan lapar dalam waktu yang cukup lama (empat puluh hari), berbeda dengan sangkaan kebanyakan manusia.
Kedua: Bahwa lapar itu memberikan faedah untuk kesembuhan beberapa penyakit, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim v. Hal ini berlaku pula bagi orang lain, sebagaimana telah dicoba oleh banyak orang. Akan
tetapi terapi ini tidak berguna untuk segala jenis penyakit, dan tergantung pula kondisi tubuh orang perorang. Hal ini berbeda dengan kesimpulan dari buku "Pengobatan dengan puasa," dari salah satu buku Eropa. Ternyata di atas setiap yang berilmu ada lagi yang lebih berilmu.

22. Hindarilah tidur langsung setelah makan.
Atau mandi langsung setelah makan, atau langsung melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, atau memikirkan sesuatu yangberat-berat.
Akan tetapi berilah kesempatan kepada tubuh untuk beristirahat sebentar.

23. Tidak makan atau minum dari wadah yang terbuat dari emas atau perak.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata,
Rasulullah n melarang minum dari wadah yang terbuat dari emas
atau perak. Dan beliau bersabda:
هِيَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَهِيَ لَكُمْ فِي الآخِرَةِ
"Ia untuk mereka (orang-orang kafir) didunia,
dan bagi kalian (orang-orang mukmin) diakhirat”
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dba'iif Ibni Majah VII/3414)

24. Tidak memulai makan di suatu majelis yang dihadiri oleh orang yang lebih tua atau orang yang lebih utama dari segi keilmuan dan kedudukannya.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata,
"Apabila kami menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah n, maka
kami tidak meletakkan tangan-tangan kami pada makanan hingga Rasulullah n memulainya dengan meletakkan tangan beliau n pada makanan. Suatu ketika kami menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah n. Tiba-tiba datang seorang anak kecil (wanita), dan sekonyong-konyong dengan cepatnya ia hendak meletakkan tangannyapada makanan. Maka Rasulullah n menangkap tangan anak itu. Kemudian datang lagi seorang badui (Arab pedalaman), sekonyong-konyong dengan cepatnya ia hendak meletakkan tangan nya pada makanan, dan Rasulullah n pun menangkap tangan badui itu. Lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya syaithan menghalalkan makanan yang belum dibacakan nama Allah padanya. Dan syaitan itu datang dengan anak kecil tadi untuk menghalalkan makanan tersebut melalui dia. Oleh karena itulah aku menangkap tangannya. Lalu syaithan datang pula dengan seorang badui untuk menghalalkan makanan melalui dia, maka akupun menangkap tangannya. Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya tangan syaithan dalamgenggamanku bersama tangan si anak dan si badui".
(HR Muslim no 3761)

25. Hindari makan sendirian.
Apabila dimungkinkan untuk makan bersama, karena lebih banyak berkahnya dan lebih menyatukan hati orang-ora ng y ang hadir.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z, ia mengatakan bahwa Rasulullah
n bersabda:
طَعَامُ الاِثْنَيْنِ كَافِي الثَّلاَثَةِ، وَطَعَامُ الثَّلاَثَةِ كَافِي الأَرْبَعَةِ
"Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang: dan makanan tiga orang cukup untuk empat orang."
(HR. Al-Bukhari (no. 4973)

Nabi n bersabda:
"Makanlah kalian bersama-sama, jangan bercerai-berai, karena makanan seseorang, cukup untuk dua orang, dan makanan dua orang cukup untuk
tiga atau empat orang. Makanlah dengan berjama'ah, jangan bercerai berai, karena keberkahan itu dalam berjama'ah (kebersamaan)”
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dha'iiful Jaami'(no. 8630, asy- Syaamilah)

Abu Dawud berkata,'Jika Anda dalam suatu walimah, dan makanan telah dihidangkan, maka janganlah Anda makan hingga tuan rumah
mengizinkannya."
(Hasan. Lihat Shahiih an Dha'iif Abi Dawud VIII/264, asy-Syaamilah)

Teladanilah Ibrahim r. Beliau sangat gemar makan bersama tamu, sehingga
terkadang pergi bermil-mil untuk mendapatkan tamu yang dapat ia ajak makan. Maka Allah muliakan beliau dengan kedatangan para tamu yang mulia, yakni para Malaikat.

Ada pula seorang Shahabat Nabi yang menjamu tamu di malam hari. Ia tidurkan anak-anaknya, karena makanannya akan disuguhkan kepada tamunya. Ia padamkan lampu, sedangkan ia dan istrinya pura-pura ikut makan.

Dan apabila seseorang mengundang tamunya untuk diajak makan, hendaklah ia mengundang orang-orang yang bertakwa.
Karena Rasulullah n bersabda:
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌ
"Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang mukmin. Dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa. "
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dh a'iif Abi Dawud X/332, asy' Syaamilah)

26. Membaca hamdalah, bersyukur kepada Allah dan menyanjung-Nya ketika selesai makan.
Diriwayatkan dari Anas z, ia berkata,
 "Rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللَّهِ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ ]َأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَثَرَبَ الشَّرْبَبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
"Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang makan makanan, lalu ia
makanan itu atau ia meminum minuman, lalu ia memuji-Nya atas minuman itu."
(HR Muslim)

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah n bersabda:
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الحَمدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَّذَأ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa makan makanan lalu ia mengucapkan: alhamdulillaahilladzii.... wa laa quwwatin (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makanan ini kepadaku dan yang telah memberi rizki kepadaku, tanpa daya dan kekuatan dariku) maka diampuni dosanya yang telah lalu.

Atau berdo'a dengan:
الحَمدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيِّ وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
"Segala puji bagi Allah (aku memuji-Nya) dengan pujian yang banyak, yang baik, dan penuh berkah, yang senantiasa dibutuhkan, tidak bisa
ditinggalkan dan selalu diperlukan, wahai Rabb kami.''
(HR Bukhari)

27. Setelah selesai makan, janganlah duduk-duduk tanpa ada keperluan yang jelas.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَثِرُوا
"..... Apabila kalian telah selesai makan, maka bertebaranlah... "
(Al-Ahzaab 33. 53)

23. Setelah makan daging unta dianjurkan untuk berwudhu'
Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa makan daging unta adalah membartalkan wudhu’.
Hal ini berdasarkan hadits al-Bara' bin 'Azib, ia berkata:
تَوَضَّئُوْا مِنْ لُحُوْمِ الإِبِلِ وَلاَ تَتَوَضَّئُوأ مِنْ لُحُوْمِ الغَنَمِ
"Berwudhu'lah karena makan daging unta, dan tidak usah berwudhu' karena makan daging domba”

29. Apabila hendak makan dalam keadaan junub maka dianiurkan untuk berwudhu terlebih dahulu.
Diriwayatkan dari 'Aisyah c, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ n إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّاَ وُضُوعَهُ لِلصَّلاَةِ
"Ketika Nabi n dalam keadaan junub dan beliau hendak makan atau tidur, maka beliau berwudhu' sebagaimana berwudhu' untuk shalat."
(Muttafdq 'alaih. Lihat Misykaatul Mashaahiih I/98 asy-Syaamilah)

30. Dianjurkan untuk berwudhu' setelah makan makanan yang dimasak dengan api.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi n:
تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
"Berwudhu'lah karena makan makanan yang dimasak dengan menggunakan api."
(HR Muslim no. 530)

Perintah dalam hadits di atas mengandung arti anjuran.

31. Tidak mengapa makan bersama dengan istri yang sedang haidh.
Bahkan dianjurkan untuk melakukannya untuk menyalahi orang-orang Yahudi, karena mereka tidak menyukainya.
Diriwayatkan dari Aisyah c, ia berkata:
كُنْتُ أَثْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ n فَيَضَّعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي فَيَشْرَبُ وَاَتَعرَّقُ الْعَرْقَ، وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّّ n فَيَصَفَهُ عَلَى مَوْضِعِفِيَّ
“Aku pernah minum air ketika aku sedang haidh, kemudian aku memberikan (gelas)nya tepada Nabi n. Beliau meletakkan mulutnya pada (bekas) tempat mulutku. Dan aku pernah menggigit daging dari tulangnya ketika aku sedang haidh, kemudian aku memberikannya kepada Nabi n, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat (bekas) mulutku. "
(HR Muslim no. 453)

Dari hadits 'Aisyah c di atas dapat diambil faedah pula. Bahwa salah satu
etika makan dan minum adalah tidak mengkhususkan wadah, gelas, atau piring tertentu yang dikhususkan untuk seseorang, tidak boleh digunakan oleh orang lain. Bahkan Rasulullah n minum dari gelas yang sama setelah dipakai oleh 'Aisyah. Bahkan beliau meletakkan mulutnya pada bekas
mulut 'Aisyah c.
Pengarang al-Madkhal menyebutkan bahwa prilaku mengkhususkan bejana untuk seseorang adalah termasuk bid'ah. Kecuali apabila ada udzur syar'i,
seperti sedang sakit, sedang dikarantina, dan lain sebagainya.

32. Termasuk etika makan adalah mendahulukan makan makanan yang sudah dihidangkan di kalalapar, sekalipun adzan telah berkumandang.
Diriwayatkan dar i'Aisyah c, ia berkata, "Aku mendengar Nabi n bersabda:
لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ هُوَيُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
“Tidak (sempurna) shalat seseorang ketika makanan sudah dihidangkan (sedangkan ia dalam keadaan lapar). Dan tidak (sempurna) pula shalat seseorang yang menahan buang air besar dan kecil”
(HR Muslim no. 869)

33. Hindarilah makan bawang merah dan bawang putih yang masih mentah.
Atau makanan berbau yang lainnya sebelum pergi ke masjid. Kecuali alabila ia dapat menghilangkannya dengan cepat; seperti dengan menyikat gigi dengan memakai pasta gigi atau dengan cara lain.
Nabi n bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَََََّرِةِ الْمُنْتِبَةِ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَ فَإِنَّ المَلاَئِمَةَ تَاَذَّا مِمَّّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الإِنْسُ
"Barangsiapa memakan dari tumbuhan yang bau ini, maka janganlah ia mendekati masjid kami, karena sesungguh nya paraMalaikat merasa terganggu dengan sesuatu yang dapat mengganggu manusia."
(HR Muslim no. 874)

Adapun jika bawang putih, bawah merah atau makanan berbau yang lainnya itu telah dimasak, maka dibolehkan memakannya sebelum masuk ke dalam masjid. Hal ini berdasarkan perkataan 'Umar bin al-Khaththab zbeliau berkata:
"Kemudian kalian, wahai manusia! Sesungguhnya kalian memakan dua tumbuhan yang keduanya aku anggap sebagai tumbuhan yang buruk,
yakni bawang merah dan bawang putih. Sungguh aku telah melihat Rasulullah n apabila beliau menemukan bau keduanya dari seseorang di masjid, maka
beliau memerintahkan agar orang itu diusir ke pekuburan Baqi'. Maka barangsiapa memakannya, hendaklah ia menghilangkan baunya dengan memasaknya."
(Perkataan (Atsar) shahabat 'Umar ini terdapat dalam shahiih Muslim no 879)

34. Etika makan di masjid adalah  benar-benar meniaga ketertiban dan kebersihan.
Dibolehkan makan, minum dan tidur di dalam masjid, selama tidak mengotori masjid dan terjaga dari fitnah.
Diriwayarkan dari'Abdullah bin al-Harits z, ia berkata,
"Kami makan roti dan daging pada masa Rasulullah n di dalam masjid."
(Shahiih. Lihat Shahiih an Dba'iif lbni Majah VII/300, asy-Syaamilah)

Demikian pula ada seorang wanita berkulit hitam yang berdiam di masjid pada masa Rasulullah n.
(HR Bukhari)

 Dan bisa dipastikan bahwa ia makan di masjid.

35. Bagaimana halnya dengan makan di dua hari Raya?
Diriwayatkan dari Anas z, beliau berkata, "Rasulullah n tidak pergi menuju shalat 'Idul Fithri sehingga beliau makan beberapa butir kurma terlebih dahulu”
(HR. Al-Bukhari)

Dianjurkan untuk mengakhirkan makan pada 'ldul Adb-ha hingga selesai Shalat, lalu memakan daging kurban. Diriwayatkan dari Abu Buraidah z, ia berkata, "Tidaklah Nabi n keluar menuju shalat'Idul Fithri sehingga beliau makan terlebih
dahulu, dan beliau tidak makan pada 'Idul Adh-ha sehingga beliau shalat terlebih dahulu."
(Shahiih. Iihat Shahiih wa Dba'iif At-Tirmidzi II/42, asy-Syaamilah)

36. Etika makan sahur di antaranya: Dianjurkan mengakhirkan sahur.
Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit z, ia berkata,
"Kami makan sahur bersama Nabi n, kemudian beliau berdiri untuk melakukan shalat, Anas bertanya, 'Berapa lamakah jarak antara adzan dengan sahur?' Ia menjawab, “Seukuran (membaca) lima puluh ayat.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Makanlah sekalipun dengan seteguk air, karena padanya terdapat keberkahan
Nabi n bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
"Makan sahurlah kalian, karena di dalam sahur itu terdapat keberkahan."
(HR. Al-Bukhari (no.1789) dan Muslim (no.1835)

Nabi n bersabda:
تَسَحَّرُوْا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
"Sahurlah kalian, walaupun hanya dengan seteguk air"
(Shahiih. Lihat Shahiihul Jaami' (no. 5256, asy-Syaamilah)

37. Bagaimana etika makan ketika berbuka puasa?
Dianjurkan untuk segera berbuka ketika waktunya telah tiba, tidak ditunda-tunda sampai terlihat bintang, seperri yangdilakukan oleh orang-orang Yahudi.
Nabi n bersabda:
لاَ يَزألُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأَنَّ اليَهُدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
"Agama ini senantiasa menang, selama manusia (kaum mukminin) menyegerakan berbuka, karena Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya."
(Hasan. Lihat Shbahiih lwa Dba'iif Abi Dawud V/2353, asy-Syaamilah)

Dianjurkan untuk berbuka dengan kurma basah yang matang di pohon. Jika tidak ada, maka dengan kurma kering, dan jika tidak ada maka berbukalah dengan beberapa hisapan air.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik z, ia berkata, "Rasulullah n biasa berbuka dengan kurma basah yang matang di pohog (rutbab) sebelum beliau shalat. Jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan beberapa butir kurma kering (tamr), apabila tidak ada maka beliau menghisap beberapa teguk air.
(Hasan shahih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud V/2356, asy-Syaamilah)

Do'a untuk berbuka puasa.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar z, ia mengatakan bahwa apabila Rasulullah
n berbuka puasa, maka beliau mengucapkan:
ذَهَبَ الظَّمَاُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْثَاءِ اللَّهُ
"Telah hilang rasa haus, dan telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala (puasa), insya Allah."
(Hasan. lihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud V/2357, asy-Syaamilah)

Adapun do'a yang populer di tengah masyarakat yang berbunyi:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan atas rizki dari-Mu aku berbuka”
(Dha'iif. Iihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud V/2358, asy-Syaamilah)
Maka do'a ini bersumber dari hadits dha'iif (lemah).
 Hendaklah seorang mukmin mendahulukan do'a yang bersumber dari hadits shahih.

38. Dianjurkan untuk memakan makanan yang utama di antara makanan-makanan yang halal lagi baik.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi."
(Al-Baqarah 2. 168)

Di antara makanan yangutama adalah tsarii'd (roti yang diremuk dan direndam dalam kuah).
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah n:
وَفَضْلُ عَائِثَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيْدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
"Keutamaan 'Aisyah atas para wanita, seperti keutamaan Tsariid atas makanan-makanan lainnya."
(Lihat Fat-hul Baari (XV/309, asy-Syaamilah)

Ibnu Hajar v menyebutkan bahwa ath-Thabrani meriwayatkan hadits Salman yang ia marfukan:
البَرَكَةُ في ثَلاَثةٍ: اَلْجَمَاعَةِ وَالسَّحُورِ وَالثَّرِيْدِ
"Keberkahan terdapat pada tiga hal: (makan) berjama'ah, (makan) sahur dan (makan) tsariid.”
(Lihat Fat-hul Baari XV/309 asy-Syamillah)

Dapat diambil faedah pula bahwa tsariid dapat dikonsumsi dengan cepat, mudah dan ringan dalam pencernaan.

Termasuk makanan yang utama adalah kurma. Rasulullah n bersabda:
مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌ وَلاَ سِحْرٌ
“Barangsiapa di setiap pagi hari makan kurma 'ajwah, maka pada hari itu ia akan aman dari bahaya racun dan sihir."
(HR Bukhari no. 5025)
Jika tidak ada kurma 'ajwah maka dengan kurma jenis lainnya.
Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fat-bul Baari bahwa di sebagian riwayat lafazhnya umum, tidak terdapat syarat 'ajwah.

Dan masih banyak lagi berbagai jenis makanan yang memiliki keutamaan yang disebutkan oleh Rasulullah n.

39. Termasuk etika makan adalah sebagaimana sabda Nabi n:
إِذَ أَتَى أَحَدَكُمْ بِطَعَامُهُ قَدْ وَلِى حَرَّهُ وَ مَثَقَّتَهُ وَ مُؤْنَتَهُ فَلْيُجْلِسْهُ مَعَهُ: فَإِنْ أَنى فَليُنَاوِلهُ أُكْلَةً فِي يَدِهِ
"Apabila datang kepada salah seorang dari kalian pelayannya dengan membawa makanandan pelayan itu telah merasakan panasnya makanan
tersebut, juga telah merasakan kepayahan dalam membuatnya, serta ia telah menyediakan bahan-bahannya maka ajaklah ia duduk bersamanya (untuk makan). Jika ia enggan, maka berilah satu porsi ditangannya."
(As-Silsilah ash-Shahiihah (no. 1285, asy-Syaamilah)





BAB II
Etika Minum
Sepeni halnya makanan, maka minuman termasuk kebutuhan pokok, bahkan lebih diperlukan. Sebagaimana telah dicoba oleh Syaikh al- Albani, seorang manusia bisa bertahan 40 hari tanpa makanan, tapi tidak demikian halnya dengan minuman. Manusia dapat bersabar ketika lapar, namun seringkali mereka tidak dapat bersabar ketika menahan haus. Hal ini karena sebagian besar tubuh kita terdiri dari cairan.
Allah Ta'ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"...dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maha mengapa mereka tidak beriman?'
(Al-Anbiyaa' 21. 30)

Allah Ta'ala telah mengkaruniakan air berupa hujan dari langit kepada para hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ [١٥:٢٢]
Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.
(AI-Hijr 15. 22)
Sudah seharusnya seorang mukmin menya dari bahwa ia makan dan minum dari rizki yang Allah karuniakan kepadanya. Ia harus senantiasa merasa butuh kepada limpahan karunia-Nya, dan mengakui bahwa ia tiJak dapat bersyukur
kepada-Nya dengan syukur yang sebenarnya. Dan hendaklah ia senantiasa mengingat keder-mawanan dan kemurahan Allah Ta'ala kepadanya. Teladanilah perkataan Ibrahim yangAllah ceritakan dalam firman-Nya:
الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ [٢٦:٧٨]
(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ [٢٦:٧٩]
dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ [٢٦:٨٠]
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ [٢٦:٨١]
dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ [٢٦:٨٢]
dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Asy-Syu'araa' 26. 78-82)

Beberapa etika Minum
1. Apabila diberi rizki susu, hendaklah membaca:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
"Ya Allah, berkahilah kami pada susu ini, dan tambahkanlah bagi kami darinya."
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dha'iif At Tirmidzi (VII/455' asy-Syaamilah)

2. Membaca basmalah sebelum minum dan membaca hamdalah setelahnya.

3. Dianjurkan minum sambil duduk.
"Karena lebih utama untuk kesehatan dan lebih sempurna dalam etika tata kesopanan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z, ia berkata, "Rasulullah n bersabda:
لاَيَشِرَ بَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِيءْ
“Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa, maka hendaklah ia memuntahkannya."
 (HR. Muslim (no. 3775)

4. Mengambil gelas dengan tangan kanan dan minum dengannya.
Diriwayatkan dari Hafshah z bahwa Rasulullah n menjadikan tangan kanannya untuk makanan dan minumannya, dan menjadikan tangan kirinya untuk selainnya.
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi Dawud I/10 asy-Syaamilah)

5. Hindari meniup atau bernafas di dalam wadah
Nabi n bersabda:
وَلاَ يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ
"Dan janganlah ia bernafas di dalam bejana".
(HR Bukhari)

Diriwayatkan dari z bahwa Nabi n melarang bernafas atau meniup di dalam
bejana.
(Shahiih. Lihat Shahiih an Dha'iif at Tirrnidzi IV/ 388, asy-Syaamilah)

6. Hindari minum dari mulut kendi atau penampungan air dari kulit.
Akan tetapi tuangkanlah terlebih dahulu ke dalam gelas, baru kemudian minum dari gelas tersebut.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah z bahwa Nabi n melarang minum dari Penampungan air.
(HR Bukhari)

7. Hindari minum secara berlebihan, terutama ketika kita sedang makan, karena akan menghambat fungsi pencernaan makanan.

8. Dilarang minum dari wadah emas atau perak.
Telah disebutkan bahwa diriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata, "Rasulullah n melarang minum dari wadah yang terbuat dari emas atau perak. Dan beliau
bersabda:
هِيَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَهِيَ لَكُمْ في الأخِرَةِ
"Ia untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia, dan bagi kalian (orang-orang mukmin) di akhirat.”
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Ibnu Majah Vll/414)

9. Seorang petugas yang membagikan minuman, hendaklah memegang teko atau yang lainnya dengan tangan kiri dan memegang gelas dengan tangan kanan.
Lalu ia mulai melayani orang yang ditokohkan (pemimpin) di antara kaumnya, atau orang yang memiliki kelebihan dalam ilmu. Kemudian barulah ia membagikan minuman kepada yang di kanannya terlebih dahulu.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa didatangkan kepada Rasulullah n susu yang telah dicampur air. Di sebelah kanan beliau ada seorang badui, dan di sebelah kanannya Abu Bakar. Nabi n minum susu tersebut kemudian ia berikan kepada badui di sebelah kanan Nabi seraya bersabda:
اَلأَيْمَنَ فَالأَيْمَنَ
"Mulailah dari kanan, lalu lanjutkan kepada yang di sebelah kanannya.”
(HR Bukhari no. 5188)

10. Hendaklah petugas yang memberi minum, paling akhir meminum minumannya.
Dalam satu hadits yang panjang dari Abu Qatadah z, Rasulullah n bersabda:
إِنَّ سَاقِيَ القَومِ أَخِرُهُمْ ثُرْبًا
"Sesungguhnya orang yang bertugas memberi minum suatu kaum adalah paling terakhir minum di antara mereka."
(HR. Muslim (no.1099)

11. Apabila lalat terjatuh ke dalam gelas berisi air.
Maka lakukanlah sebagaimana sabda Nabi n:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي ثَرَابِ أَحَدِكُمْ فَليَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَا حَيْةِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً
"Apabila lalat terjatuh ke dalam minuman salah seorang dari kalian, maka tenggelamkanlah lalat itu, kemudian buanglah lalat tersebut, karena pada sebelah sayapnya ada penyakit, sedangkan pada sayap yang lainnya terdapat obat (penawarnya)."
(HR Bukhari no. 3073)


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar