Etika Makan Dan Minum
Makan merupakan nikmat Allah yang besar.
Allah Subbaanahu wa Ta'aala menerangkan nikmat ini kepada manusia dalam
berbagai ayat al-Qur’an, agar mereka merenungkan dan mengambil pelajaran dari
ayat-ayat tersebut. Allah
ingin agar manusia menyadari dan
mengetahui betapa besar nilai kenikmatan makan tersebut sekaligus mensyukurinya
sebagai limpahan karunia dari Allah Yang Maha Memberi Rizki lagi Maha dermawan.
Di antaranya Allah Ta'ala berfirman:
فَلْيَنظُرِ الْإِنسَانُ إِلَىٰ طَعَامِهِ [٨٠:٢٤]
maka hendaklah manusia itu
memperhatikan makanannya.
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا [٨٠:٢٥]
Sesungguhnya Kami benar-benar
telah mencurahkan air (dari langit),
ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا [٨٠:٢٦]
kemudian Kami belah bumi
dengan sebaik-baiknya,
فَأَنبَتْنَا فِيهَا حَبًّا [٨٠:٢٧]
lalu Kami tumbuhkan
biji-bijian di bumi itu,
وَعِنَبًا وَقَضْبًا
[٨٠:٢٨]
anggur dan sayur-sayuran,
وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا [٨٠:٢٩]
zaitun dan kurma,
وَحَدَائِقَ غُلْبًا
[٨٠:٣٠]
kebun-kebun (yang) lebat,
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا [٨٠:٣١]
dan buah-buahan serta
rumput-rumputan,
مَّتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ [٨٠:٣٢]
untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu.
('Abasa 80. 24-32)
Allah Ta'ala memerintahkan para Rasul-Nya
untuk makan dari makanan yang baik, kemudian beramal dengan amal yang baik.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [٢٣:٥١]
Hai rasul-rasul, makanlah
dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Mu'minuun 23. 51)
Dan Allah Ta'ala pun memerintahkan hal yang
serupa kepada para hamba-Nya yang beriman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [٢:١٧٢]
Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(Al-Baqarah 2. 172)
Sebagai salah satu bentuk syukur kita
terhadap nikmat makan dan minum, maka berusahalah untuk menerapkan etika-etika
makan dan minum dalam kehidupan kita.
Beberapa etika Makan
1. Ketika Allah
memberikan rizki makanan maka sebelum dimakan bacalah do'a ini:
اللَّهُمَّ
بَارِك لَنضا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
"Ya Allah, berkahilah kami pada makanan ini, dan beri
makanlah kami dengan makanan yang lebih baik darinya."
(Hasan. Lihat Shahiih an Dha'iif Abi
Dawud (VII/230, asy- Syaamilah)
2. Cuci tangan sebelum dan setelah
makan.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ [٢:٢٢٢]
Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
(Al-Baqarah 2. 222)
Nabi n bersabda:
الطُّهُوْرُ
شَطْرُ الإِيْمَابِ
"Bersuci adalah
sebagian dari iman."
(HR. Muslim (no. 223)
Nabi n bersabda:
إِذَا
بَاتَ أَحَدُكُمْ وفِي يَدِهِ غَمَرٌ فَأَصَابَهُ ثَيْءٌ فَلاَ يَلُوْ مِنَّ
إِلاَّ نَفْسَهُ
"Jika seseorang tidur
sementara di tangannya ada kotoran daging (sisa makanan), lalu ia tertimpa sesuatu
(sepeni digigit tikus), maka janganlah ia
mencela kecuali kepada
dirinya sendiri."
(Shahiih. Lihat Shahiibut Targhiib wat
Tarhiib II/ 251, asy-Syaamilah)
3. Dianjurkan makan sambil duduk.
Diriwayatkan dari Qatadah
dari Anas, dari Nabi n bahwa beliau melarang seseorang minum sambil berdiri.
Qatadah berkata, "Kami
bertanya: Bagaimana dengan makan? Maka ia (Anas menjawab, "Itu lebih buruk
atau lebih kotor."
(HR. Muslim (no. 3772)
4. Basmalah (membaca: بِسْمِ اللَّهِ )
sebelum makan.
Diriwayatkan dari'Aisyah c bahwa
Rasulullah n bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى
فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذَكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ
بِسْمِ اللَّهِ
أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Jika salah seorang dari
kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika lupa membaca basmalah di awal
(sebelum) makan, maka hendaklah ia mengucapkan: Bismillaahi auwalahu wa aakhiruhu (dengan
menyebut nama Allah di awal dan di akhirnya)"
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi
Dawud VII/267, asy-syaamilah)
Disyari'atkan
untuk makan dengan tangan kanan.
Rasulullah n menyukai melakukan hal-hal baik dengan
yang kanan. Diriwayatkan dari 'Aisyah c, ia
berkata, "Rasulullah n biasa mendahulukan yang kanan
dalam bersuci, memakai sandal dan menyisir rambut."
(HR Bukhari no. 5406)
Diriwayatkan dari Hafshah c bahwa
Rasulullah n menjadikan tangan kanannya untuk makanan dan minumannya dan
menjadikan tangan kirinya untuk selainnya.
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi
Dawud 1/110, asy-syaamilah)
Hadits 'Umar bin Abi Salamah di atas juga
menganjurkan agar makan dari makanan yang dekat dengan diri kita.
Tidak menjangkau makanan yang ada di dekat
orang lain atau menjangkau tengah-tengah wadah makanan.
Dalil yang lainnya, diriwayatkan dari
Anas bin Malik z, ia mengatakan bahwa
Rasulullah n bersabda:
اُذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ وَلْيَاْكُّلُ كُلُّ رَجُلٍ مِمَّ يَلِيْهِ
"Sebutlah oleh kalian
Nama Allah, dan hendaklah setiap orang makan dari makanan yang ada di
dekatnya."
(HR Bukhari)
5. Makan dari yang halal dan baik.
Serta waspada dari makanan yang haram, hasil curian, yang syubhat (tidak jelas
halal dan haramnya), dan yang diambil sedangkan kita merasa malu mengambilnya.
Allah Ta'ala berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا
وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ [١٦:١١٤]
"Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepada kalian dan syukurilah
nikmat Allah, jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.
(An-Nahl 16. 114)
Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-shiddiq
z, ia mengatakan bahwa
beliau
mendengar Rasulullah n bersabda:
كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
"Setiap jasad yang
tumbuh dari yang haram, maka Neraka lebih utama baginya."
(Shahih. Lihat Shahiihul Jaami' (no.
8648, asy-Syaamilah)
Diriwayatkan dari'Aisyah z, ia berkata,
"Abu Bakar memiliki seorang hamba sahaya yang disuruhnya untuk berusaha,
dan Abu Bakar suka memakan hasil
usaha hamba sahayanya. Suatu
hari, hamba itu membawa sesuatu (makanan), dan Abu Bakar memakannya. Hamba
sahaya itu berkata kepada
Abu Bakar, "Tahukah engkau
dari mana makanan ini?" Abu Bakar berkata, "Dari mana?" Ia menjawab,
"Dulu aku berpraktek dukun kepada manusia di zaman jahiliyah, namun aku
tidak pandai berdukun, aku hanyamenipu manusia.
Lalu seseorang berjumpa
denganku dan ia memberikan makanan tersebut kepadaku. Itulah makanan yangengkau
makan." Maka Abu Bakar memasukkan tangannya (ke mulutnya) dan memuntahkan
semua yang ada di perutnya."
(HR Bukhari no. 3554)
6. Makan dengan tiga jari, dan menjilati
jari-jemari sebelum mencuci tangan.
Diriwayatkan dari Ka'b z bahwa
Rasulullah n biasa makan dengan tiga jari dan apabila telah selesai makan, maka
beliau menlilati jari-jemarinya itu.
(HR Muslim)
Perhatikan bahwa sisa makanan yang menempel
pada tangan tidak dilap dengan tisu atau sapu tangan.
Dan diriway'atkan oleh Ibnu' Abbas z bahwasanya Nabi n bersabda:
إِذَا
أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا
“Jika salah seorang di
antara kalian makan, maka janganlah ia mengelap tangannya hingga ia menjilatinye
atau menyuruh orang lain untuk menjilatinya."
(HR Bukhari dan Muslim)
Nabi n bersabda:
إِذَا
سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا
وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ
"Apabila suapan salah
satu dari kalian jatuh, maka buanglah kotorannya, dan makanlah sisanya, jangan
biarkan disantap syaithan."
Anas berkata, "Dan
Rasulullah n memerintahkan kami untuk membuang kotoran dari mangkuk ceper yang besar.
Dan beliau n bersabda:
فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَةُ
"Karena kalian tidak
mengetahui dalam makanan yang mana terdapat berkah."
(HR Muslim no 5426)
7. Hindari meniup makanan yang masih panas,
dan hindarilah memakan makananyang sangat panas atau sangat dingin. Hindari
pula bernafas di dalam bejana, mangkuk, gelas atau yang lainnya.
Nabi n bersabda:
إِذَأ بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذُنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِبِهِ
وَلاَ يَسْتَنْجِي بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يتَنَفَّس فِي الإِنَاءِ
“Jika salah seorang dari
kalian kencing, maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, dan
janganlah ia istinja (cebok)
dengan tangan kanannya. Dan
janganlah ia bernafas di dalam bejana".
(HR Bukhari no 150)
An-Nawawi berkata dalam Syarbul Muslim
(1/426, asy- Syamilah),
"Maksudnya: tidak boleh bernafas di dalam
bejana (dengan posisi mulut
dan hidung ada di dalam bejana). Adapun
bernafas tiga kali di luar bejana, maka hal ini merupakan sunnah yang
terkenal."
Diriwayatkan dari Asma'
binti Abi Bakar, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah n bersabda:
إِنَّهُ
أَعْظَمُ لِلبَرَكَةِ
"Sesungguhnya ia (makanan
yang telah hilang panasnya) lebih besar keberkahannya."
(Shahiih. Lihat ash-Shabiibah
al-Mukbtasharah (l/747, asy-Syaamilah)
Syaikh al-Albani v berkata:
"TeIah shahiih dari Abu Hurairah z bahwa ia berkata:
لاَيُؤْكَلُ
طَعَامٌ حَتَّى يَذْهَبَ بُخَارُهُ
"Janganlah
makanan dimakan hingga hilang kepulan asapnya"
(Lihat ash-Shabiibah al-Mukbtasharah
(l/747, asy-Syaamilah)
8. Makanlah sambil duduk dengan tegak, hindari
makan sambil bertelekan (bersandar), duduk miring, berdiri, berbaring atau sambil
berjalan.
Diriwayatkan dari 'Ali bin al-Aqmar,
"Aku mendengar Abu Juhaifah mengatakan bahwa Nabi n bersabda:
لاَ
آكُلُ مُتَّكِئًا
"Aku tidak makan sambil
bertelekan.”
(HR Bukhari no 4979)
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Busr,
bahwa Nabi n memiliki mangkuk
ceper yang sangat besar-namanya: al-gharraa'-yang biasa dibawa oleh empat
orang. Ketika hari telah beranjak siang dan mereka telah shalat Dhuha, maka
didatangkanlah mang- kuk ceper besar tersebut, dan di dalamnya terdapat roti yang
telah dipotong-potong yang telah direndam dalam kuah. Maka mereka pun mengelilinginya.
Setelah banyak orang maka Rasulullah pun duduk berlutut. Maka seorang badui
(Arab pedalaman) berkata, "Mengapa engkau duduk sepeni ini?" Maka Nabi
n bersabda:
إِنَّ اللَّهِ جَعَلَبِي عَبْدًا كَرِيْمًا وَلَمْ يَجْعَلْنِي
جَبَّارًا عَنِيْدًا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ n كُلُوْا مِنْ حَوَالَيْهَا وَدَعُوْا
ذِرْوَتَهَا يُبَارَكْ فِسْهَا
"Sesungguhnya Allah
telah menjadikanku sebagai seorang hamba yang mulia, dan Dia tidak menjadikan
aku sebagai seorang yang sewenang-wenang lagi keras kepala." Kemudian Rasulullah
n bersabda:
"Makanlah dari
pinggiran-pinggiran mangkuk ceper besar ini, biarkanlah tengah-tengahnya, maka
makanan tersebut diberkahi."
(Shahiih. Lihat Shahiih Wa Dha'iif Abi
Dawud VIII/237, Asy-Syaamilah)
9. Tidak mencela makanan sedikitpun,
karena hal itu merupakan kenikmatan dari Allah.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah z, ia berkata,
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah n mencela makanan
sama sekali. Jika beliau menginginkan makanan itu maka beliau memakan-Nya, dan
apabila tidak menginginkannya maka beliau diam tidak berkata-kata."
(HR Muslim)
10. Tidak memubazirkan makanan.
Seperti membuang sisanya ke dalam keranjang
sampah. Maka ambillah makanan sedikit saji, agar tidak berlebihan. Apabila
ingin menambah, maka perkirakanlah agar jangansampai terbuang sia-sia.
Sudah disampaikan hadits-hadits yang
menunjukkan bahwa Rasulullah n memerintahkan untuk
memungut makanan yang jatuh, membersihkan kotorannya, dan memakan makanan yang
bersih, karena membuangnya adalah menggembirakan syaithan.
Rasulullah n memerintahkan
untuk menjilati jari-jemari bekas makan dan menjilati piring, seraya bersabda:
إِنَّكُمْ
لاَ تَدْرُوْنَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ
"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui, pada makanan
yangmana terdapat berkah"
(HR Muslim no. 5420)
11. Tidak mendahului makan sebelum
orang-orang makan.
Karena dapat menimbulkan prasangka orang
bahwa kita sangat kelaparan atau orang yang rakus.
l2. Tidak memperbanyak makan, atau berlebih-lebihan
sampai terlalu kenyang, karena hal ini akan menghilangkan kecerdasan dan
menimbulkan berbagai penyakit.
Allah Ta'ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا
"Makan dan minumlah,
tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
(Al-A'raaf 7. 31)
Nabi n bersabda:
مَا
مَلأَ آدَمِيُّ وِعَاءً ثَرَّا مِنْ بَطْنٍ بحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ
يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَتَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ
لِثَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidaklah seseorang memenuhi
wadah yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi seorang anak Adam makan
makanan yangdapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak boleh tidak, maka
isilah sepertiga perutnya untuk makanan, sepeniga untuk minuman, dan sepertiga
lagi untuk nafasnya."
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif
at-Tirmidzi V/2380, asy-Syaamilah)
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah z, ia berkata:
مَا
ثَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ ى مِنْ طَعَامٍ ثَلاَثَتَ أَيَّامٍ حَتَّى قُبِضَ
"Keluarga Muhammad n tidak
pernah kenyang makan selama tiga hari berturut-turut, hingga beliau
meninggal."
(HR Bukhari no 4955)
Namun sesekali dibolehkan makan hingga kenyang,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik yang panjang, yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari. Dalam hadits itu dikisahkan mengenai maliinan yang dikirim Abu
Thalhah
dan Ummu Sulaim yang penuh berkah. Disebutkan
dalam hadits tersebut:
فَأَكَلَ
القَوْمُ كُلُهُمْ وَشَبِعُوْا وَالقَوْمُ ثَمَانُوْنَ رَجُلاً
"Maka kaum itu makan
seluruhnya sampai kenyang. Jumlah mereka kala itu 80 orang."
(Aadadbul Akli karya Al-Aqfahasyi
(1/7-8, asy-Syaamilah)
Al-Aqfahasyi dalam kitab Aadaabul Akli menyebutkan
peringkat-peringkat makan:
1. Makan sekedar untuk mempertahankan hidup
saja.
2. Lebih dari itu, agar memiliki
kekuatan untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu, tanpa shalat-shalat
sunnah.
(nomor 1 dan 2 ini hukumnya wajib).
3. Makan agar dapatpula melaksanakan
amal-amal Sunnah seperti qiyaamul lail. Makan seperti ini dianjurkan dan
dicintai (mustahabb).
4. Makan agar dapat menegakkan badannya
dalam rangka mencari nafkah.
5. Makan dengan memenuhi sepertiga perutnya,
maka ini tidak makruh.
6. Lebih dari sepertiga perut maka
dimakruhkan, karena akan mewariskan malas dan banyak tidur. Dan hal itu membuat
pikiran beku, dan kerasnya hati.
7. Makan sampai kekenyangan sehingga
membahayakan dirinya, dan ini diharamkan, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Makan dan minumlah,
tetapi jangan berlebiban. Sungguh Allab tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
"
(Al-A'raaf 7. 31)
13. Hindarilah bermegah-megahan dan menyombongkan
diri dengan makanan-makanan yang mewah.
Karena hal ini membuat sakit hati orang-orang
fakir dan menyerupai orang-orang kafir, di mana mereka tidak mengenal kehidupan
dunia ini kecuali kelezatan dan syahwat semata.
Allah Ta'aIa berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ
مَثْوًى لَّهُمْ [٤٧:١٢]
Sesungguhnya Allah memasukkan
orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.
(Muhammad 47. 12)
Diriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib,
dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah n bersabda:
كُلُوا،وَاشْرَبُوا،
وَتَصَدَّقُا فِي غَيْرِ سَرَفٍ وَلاَ مَخِيلَةٍ، إِنَّ اللَّهَ تَعَلَى يُحِبُّ
أَنْ يَرَى أَثَرَ بِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
"Makanlah kalian dan
minumlah, serta bershadaqahlah tanpa berlebihan atau menyombongkan diri. Sesungguhnya
Allah Ta'ala senang melihat bekas nikmat-Nya pada hamba-Nya."
(Shahiih. Lihat al-Mustadrah karya
al-Hakim (no. 7188, asy-Syaamilah). Ia berkata, "Hadits dengan sanad
shahih,
dan tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari
dan Muslim.")
14. Dianjurkan untuk membicarakan
makanan untuk membuat betah.
Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah
z bahwa
Nabi n bertanya kepada keluarga beliau tentang lauk pauk. Mereka
menjawab: 'Tidak ada apapun pada kami selain cuka. Maka Rasulullah
n mendo'akan cuka tersebut,
lalu beliau makan dengannya. Dan beliau bersabda:
بِعْمَ الأُدُمُ الخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الخَلُّ
"Sebaik-baik lauk pauk
adalah cuka. Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka"
(HR Muslim no 3824)
Hadits di atas juga memberikan faedah:
-
Menyukai
cuka, karena ia adalahsebaik-baik lauk pauk.
-
Menerima
dan bersyukur atas apa yang ada pada keluarganya berupa makanan yang Allah karuniakan
kepadanya.
-
Menahan
hawa nafsu dari keinginan memakan makanan-makanan yang lezat.
l5. Menganggap cukup dengan satu jenis
lauk pauk adalah hal yang terpuji.
Bahkan sekalipun ranpa lauk pauk,
Rasulullah tidak menampiknya.
Diriwayatkan dari Jabir z, ia
berkata, "Sesungguhnya ketika mereka (para Shahabat) sedang memakan kurma
yang diletakkan di atas perisai (tameng),
lewatlah Nabi n. Maka
kami pun berkata, 'Kemarilah (wahai Rasulullah).' Maka beliau n pun
mendatangi kami dan makan kurma bersama kami, dan beliau tidak menyentuh air (cuci
tangan) terlebih dahulu."
(Shabiih Ibnu Hibban (V/326,
asy-Syaarnilah)
16. Menghindari tertawa ketika makan.
Apalagi tertawa terbahak-bahak, memperolok-olokkan
seseorang atau mengghibahnya, atau memusatkan pandangan kepada wajah-wajah
orang yang hadir. Hal ini akan membuat mereka tidak merasa nyaman, lalu
terkadang mereka menyangka buruk kepada kita, atau terkadang membuatnya
berhenti makan sebelum waktunya, atau kenikmatan makan yang mereka rasakan
tiba-tiba lenyap.
Dalam keadaan tidak sedang makan, perbuatan
seperti ini terlarang, maka terlebih lagi ketika sedang makan. Apabila
seseorang tertawa maka kemungkinan besar ada sesuatu yang keluar dari mulutnya,
atau ia tersedak, sehingga mengundang berbagai penyakit.
17. Rapatkanlah kedua bibir ketika
sedang mengunyah makanan.
Pertama agar tidak terjadi
percikan-percikan ludah dari mulut ketika sedang mengunyah makanan, Kedua agar
tidak menimbulkan bunyi bibir dan lidah yang berdesis atau berdecak.
18. Kunyahlah makanan dengan sempurna, agar
perut dapat mencernanya dengan mudah dan baik.
19. Apabila batuk atau bersin, maka
palingkanlah wajah dari makanan atau wajah orang lain.
Jika mampu, maka pernisilah kepada yang
hadir untuk menghindari hal-hal yang tidak mereka sukai.
20. Hindarilah berdehem, bersendawa,
atau membicarakan sesuatu yang kotor.
Karena dapat menghilangkan selera makan
orang lain.
21. Hindarilah mengkonsumsi segala jenis
makanan.
Sekalipun jumlahnya masing-masing
sedikit, karena pada umumnya akan membahayakan kesehatan tubuh.
Syaikh al-Albani berkata dalam adh-Dha'iifah
(1/329, ary-Syaamilah), "Sehubungan dengan ini, saya katakan bahwa saya
pernah melaparkan
diri saya di akhir tahun 1379 H selama
empat puluh hari berturut-turut. Saya tidak mengkonsumsi makanan sama sekali,
dan tidak ada yang masuk ke perut saya selain air. Hal ini dimaksudkan untuk
kesembuhan dari beberapa penyakit. Hasilnya: Saya sembuh dari beberapa penyakit,
tapi tidak dari penyakit yang lainnya. Dan sebelumnya saya pernah berobat
kepada beberapa orang dokter selama kurang lebih sepuluh tahun, tanpa hasil
yang signifikan. Dari
terapi melaparkan diri ini saya memperoleh
dua faedah yanglangsung saya rasakan sendiri:
Pertama: Bahwa manusia itu
mampu bertahan dalam keadaan lapar dalam waktu yang cukup lama (empat puluh
hari), berbeda dengan sangkaan kebanyakan manusia.
Kedua: Bahwa lapar itu
memberikan faedah untuk kesembuhan beberapa penyakit, sebagaimana disebutkan
oleh Ibnul Qayyim v. Hal ini berlaku
pula bagi orang lain, sebagaimana telah dicoba oleh banyak orang. Akan
tetapi terapi ini tidak berguna untuk
segala jenis penyakit, dan tergantung pula kondisi tubuh orang perorang. Hal
ini berbeda dengan kesimpulan dari buku "Pengobatan dengan puasa," dari
salah satu buku Eropa. Ternyata di atas setiap yang berilmu ada lagi yang lebih
berilmu.
22. Hindarilah tidur langsung setelah
makan.
Atau mandi langsung setelah makan, atau
langsung melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, atau memikirkan sesuatu
yangberat-berat.
Akan tetapi berilah kesempatan kepada
tubuh untuk beristirahat sebentar.
23. Tidak makan atau minum dari wadah
yang terbuat dari emas atau perak.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, ia
berkata,
Rasulullah n melarang minum dari wadah yang terbuat
dari emas
atau perak. Dan beliau bersabda:
هِيَ
لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَهِيَ لَكُمْ فِي الآخِرَةِ
"Ia untuk mereka
(orang-orang kafir) didunia,
dan bagi kalian (orang-orang
mukmin) diakhirat”
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dba'iif Ibni
Majah VII/3414)
24. Tidak memulai makan di suatu majelis
yang dihadiri oleh orang yang lebih tua atau orang yang lebih utama dari segi
keilmuan dan kedudukannya.
Diriwayatkan dari Hudzaifah,
ia berkata,
"Apabila kami
menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah n, maka
kami tidak meletakkan
tangan-tangan kami pada makanan hingga Rasulullah n
memulainya dengan meletakkan tangan beliau n pada
makanan. Suatu ketika kami menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah n.
Tiba-tiba datang seorang anak kecil (wanita), dan sekonyong-konyong dengan cepatnya
ia hendak meletakkan tangannyapada makanan. Maka Rasulullah n menangkap
tangan anak itu. Kemudian datang lagi seorang badui (Arab pedalaman),
sekonyong-konyong dengan cepatnya ia hendak meletakkan tangan nya pada makanan,
dan Rasulullah n pun menangkap tangan badui itu. Lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya syaithan
menghalalkan makanan yang belum dibacakan nama Allah padanya. Dan syaitan itu
datang dengan anak kecil tadi untuk menghalalkan makanan tersebut melalui dia.
Oleh karena itulah aku menangkap tangannya. Lalu syaithan datang pula dengan
seorang badui untuk menghalalkan makanan melalui dia, maka akupun menangkap
tangannya. Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya tangan
syaithan dalamgenggamanku bersama tangan si anak dan si badui".
(HR Muslim no 3761)
25. Hindari makan sendirian.
Apabila dimungkinkan untuk makan bersama,
karena lebih banyak berkahnya dan lebih menyatukan hati orang-ora ng y ang
hadir.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah z, ia mengatakan bahwa Rasulullah
n bersabda:
طَعَامُ الاِثْنَيْنِ كَافِي الثَّلاَثَةِ، وَطَعَامُ
الثَّلاَثَةِ كَافِي الأَرْبَعَةِ
"Makanan untuk
dua orang cukup untuk tiga orang: dan makanan tiga orang cukup untuk empat
orang."
(HR. Al-Bukhari (no. 4973)
Nabi n bersabda:
"Makanlah kalian
bersama-sama, jangan bercerai-berai, karena makanan seseorang, cukup untuk dua
orang, dan makanan dua orang cukup untuk
tiga atau empat orang.
Makanlah dengan berjama'ah, jangan bercerai berai, karena keberkahan itu dalam
berjama'ah (kebersamaan)”
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dha'iiful
Jaami'(no. 8630, asy- Syaamilah)
Abu Dawud berkata,'Jika Anda
dalam suatu walimah, dan makanan telah dihidangkan, maka janganlah Anda makan
hingga tuan rumah
mengizinkannya."
(Hasan. Lihat Shahiih an Dha'iif Abi
Dawud VIII/264, asy-Syaamilah)
Teladanilah Ibrahim r. Beliau sangat gemar makan bersama
tamu, sehingga
terkadang pergi bermil-mil untuk
mendapatkan tamu yang dapat ia ajak makan. Maka Allah muliakan beliau dengan
kedatangan para tamu yang mulia, yakni para
Malaikat.
Ada pula seorang Shahabat Nabi yang menjamu
tamu di malam hari. Ia tidurkan anak-anaknya, karena makanannya akan disuguhkan
kepada tamunya. Ia padamkan lampu, sedangkan ia dan istrinya pura-pura ikut
makan.
Dan apabila seseorang mengundang
tamunya untuk diajak makan, hendaklah ia mengundang orang-orang yang bertakwa.
Karena Rasulullah n bersabda:
لاَ
تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌ
"Janganlah engkau
berteman kecuali dengan orang mukmin. Dan janganlah memakan makananmu kecuali
orang yang bertakwa. "
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dh a'iif Abi
Dawud X/332, asy' Syaamilah)
26. Membaca hamdalah, bersyukur kepada Allah
dan menyanjung-Nya ketika selesai makan.
Diriwayatkan dari Anas z, ia berkata,
"Rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللَّهِ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ ]َأْكُلَ
الأَكْلَةَ فَيَحْدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَثَرَبَ الشَّرْبَبَةَ فَيَحْمَدَهُ
عَلَيْهَا
"Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang makan
makanan, lalu ia
makanan itu atau ia meminum
minuman, lalu ia memuji-Nya atas minuman itu."
(HR Muslim)
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah
n bersabda:
مَنْ
أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الحَمدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَّذَأ وَرَزَقَنِيهِ
مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa makan
makanan lalu ia mengucapkan: alhamdulillaahilladzii.... wa laa quwwatin (Segala
puji bagi Allah yang telah memberi makanan ini kepadaku dan yang telah memberi
rizki kepadaku, tanpa daya dan kekuatan dariku) maka diampuni dosanya yang telah
lalu.
Atau berdo'a dengan:
الحَمدُ لِلَّهِ حَمْدًا
كَثِيْرًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيِّ وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ
رَبَّنَا
"Segala
puji bagi Allah (aku memuji-Nya) dengan pujian yang banyak, yang baik, dan penuh berkah, yang senantiasa dibutuhkan, tidak
bisa
ditinggalkan dan selalu diperlukan, wahai Rabb kami.''
(HR Bukhari)
27. Setelah selesai makan, janganlah
duduk-duduk tanpa ada keperluan yang jelas.
Hal ini berdasarkan firman Allah
Ta'ala:
فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَثِرُوا
"..... Apabila kalian telah selesai makan, maka bertebaranlah...
"
(Al-Ahzaab 33. 53)
23. Setelah makan daging unta
dianjurkan untuk berwudhu'
Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa
makan daging unta adalah membartalkan wudhu’.
Hal ini berdasarkan hadits al-Bara' bin
'Azib, ia berkata:
تَوَضَّئُوْا
مِنْ لُحُوْمِ الإِبِلِ وَلاَ تَتَوَضَّئُوأ مِنْ لُحُوْمِ الغَنَمِ
"Berwudhu'lah karena
makan daging unta, dan tidak usah berwudhu' karena makan daging domba”
29. Apabila hendak makan dalam keadaan junub
maka dianiurkan untuk berwudhu terlebih dahulu.
Diriwayatkan dari 'Aisyah c, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ n إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأكُلَ أَوْ يَنَامَ
تَوَضَّاَ وُضُوعَهُ لِلصَّلاَةِ
"Ketika Nabi n dalam
keadaan junub dan beliau hendak makan atau tidur, maka beliau berwudhu' sebagaimana
berwudhu' untuk shalat."
(Muttafdq 'alaih. Lihat Misykaatul
Mashaahiih I/98 asy-Syaamilah)
30. Dianjurkan untuk berwudhu' setelah
makan makanan yang dimasak dengan api.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi n:
تَوَضَّئُوا
مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
"Berwudhu'lah karena makan makanan yang dimasak dengan
menggunakan api."
(HR Muslim no. 530)
Perintah dalam hadits di atas
mengandung arti anjuran.
31. Tidak mengapa makan bersama dengan istri
yang sedang haidh.
Bahkan dianjurkan untuk melakukannya untuk
menyalahi orang-orang Yahudi, karena mereka tidak menyukainya.
Diriwayatkan dari Aisyah c, ia berkata:
كُنْتُ أَثْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ n فَيَضَّعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي
فَيَشْرَبُ وَاَتَعرَّقُ الْعَرْقَ، وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ
النَّبِيَّّ n فَيَصَفَهُ عَلَى
مَوْضِعِفِيَّ
“Aku pernah minum air ketika
aku sedang haidh, kemudian aku memberikan (gelas)nya tepada Nabi n. Beliau
meletakkan mulutnya pada (bekas) tempat mulutku. Dan aku pernah menggigit
daging dari tulangnya ketika aku sedang haidh, kemudian aku memberikannya
kepada Nabi n, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat (bekas) mulutku.
"
(HR Muslim no. 453)
Dari hadits 'Aisyah c di atas dapat diambil faedah pula.
Bahwa salah satu
etika makan dan minum adalah tidak mengkhususkan
wadah, gelas, atau piring tertentu yang dikhususkan untuk seseorang, tidak
boleh digunakan oleh orang lain. Bahkan Rasulullah n minum dari gelas yang sama setelah
dipakai oleh 'Aisyah. Bahkan beliau meletakkan mulutnya pada bekas
mulut 'Aisyah c.
Pengarang al-Madkhal menyebutkan bahwa
prilaku mengkhususkan bejana untuk seseorang adalah termasuk bid'ah. Kecuali
apabila ada udzur syar'i,
seperti sedang sakit, sedang
dikarantina, dan lain sebagainya.
32. Termasuk etika makan adalah mendahulukan
makan makanan yang sudah dihidangkan di kalalapar, sekalipun adzan telah
berkumandang.
Diriwayatkan dar i'Aisyah c, ia
berkata, "Aku mendengar Nabi n bersabda:
لاَ
صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ هُوَيُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
“Tidak (sempurna) shalat
seseorang ketika makanan sudah dihidangkan (sedangkan ia dalam keadaan lapar).
Dan tidak (sempurna) pula shalat seseorang yang menahan buang air besar dan
kecil”
(HR Muslim no. 869)
33. Hindarilah makan bawang merah dan bawang
putih yang masih mentah.
Atau makanan berbau yang lainnya sebelum
pergi ke masjid. Kecuali alabila ia dapat menghilangkannya dengan cepat; seperti
dengan menyikat gigi dengan memakai pasta gigi atau dengan cara lain.
Nabi n bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَََََّرِةِ الْمُنْتِبَةِ فَلاَ
يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَ فَإِنَّ المَلاَئِمَةَ تَاَذَّا مِمَّّا يَتَأَذَّى مِنْهُ
الإِنْسُ
"Barangsiapa memakan dari tumbuhan yang bau ini, maka
janganlah ia mendekati masjid kami, karena sesungguh nya paraMalaikat merasa
terganggu dengan sesuatu yang dapat mengganggu manusia."
(HR Muslim no. 874)
Adapun jika bawang putih, bawah merah atau
makanan berbau yang lainnya itu telah dimasak, maka dibolehkan memakannya sebelum
masuk ke dalam masjid. Hal ini berdasarkan perkataan 'Umar bin al-Khaththab zbeliau berkata:
"Kemudian kalian, wahai
manusia! Sesungguhnya kalian memakan dua tumbuhan yang keduanya aku anggap
sebagai tumbuhan yang buruk,
yakni bawang merah dan bawang
putih. Sungguh aku telah melihat Rasulullah n apabila
beliau menemukan bau keduanya dari seseorang di masjid, maka
beliau memerintahkan agar
orang itu diusir ke pekuburan Baqi'. Maka barangsiapa memakannya, hendaklah ia
menghilangkan baunya dengan memasaknya."
(Perkataan (Atsar) shahabat 'Umar ini
terdapat dalam shahiih Muslim no 879)
34. Etika makan di masjid adalah benar-benar meniaga
ketertiban dan kebersihan.
Dibolehkan makan, minum dan tidur di dalam
masjid, selama tidak mengotori masjid dan terjaga dari fitnah.
Diriwayarkan dari'Abdullah
bin al-Harits z, ia berkata,
"Kami makan roti dan
daging pada masa Rasulullah n di dalam masjid."
(Shahiih. Lihat Shahiih an Dba'iif lbni
Majah VII/300, asy-Syaamilah)
Demikian pula ada seorang wanita
berkulit hitam yang berdiam di masjid pada masa Rasulullah n.
(HR Bukhari)
Dan bisa dipastikan bahwa ia makan di masjid.
35. Bagaimana halnya dengan makan di
dua hari Raya?
Diriwayatkan dari Anas z, beliau
berkata, "Rasulullah n tidak pergi menuju shalat
'Idul Fithri sehingga beliau makan beberapa butir kurma terlebih dahulu”
(HR. Al-Bukhari)
Dianjurkan untuk mengakhirkan makan
pada 'ldul Adb-ha hingga selesai Shalat, lalu memakan daging kurban.
Diriwayatkan dari Abu Buraidah z, ia berkata,
"Tidaklah Nabi n keluar menuju shalat'Idul
Fithri sehingga beliau makan terlebih
dahulu, dan beliau tidak makan pada
'Idul Adh-ha sehingga beliau shalat terlebih dahulu."
(Shahiih. Iihat Shahiih wa Dba'iif
At-Tirmidzi II/42, asy-Syaamilah)
36. Etika makan sahur di antaranya:
Dianjurkan mengakhirkan sahur.
Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit
z, ia
berkata,
"Kami makan sahur
bersama Nabi n, kemudian beliau berdiri untuk melakukan shalat, Anas bertanya,
'Berapa lamakah jarak antara adzan dengan sahur?' Ia menjawab, “Seukuran
(membaca) lima puluh ayat.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Makanlah sekalipun dengan seteguk air,
karena padanya terdapat keberkahan
Nabi n bersabda:
تَسَحَّرُوا
فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
"Makan sahurlah kalian,
karena di dalam sahur itu terdapat keberkahan."
(HR. Al-Bukhari (no.1789) dan Muslim
(no.1835)
Nabi n bersabda:
تَسَحَّرُوْا
وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
"Sahurlah kalian,
walaupun hanya dengan seteguk air"
(Shahiih. Lihat Shahiihul Jaami' (no.
5256, asy-Syaamilah)
37. Bagaimana etika makan ketika
berbuka puasa?
Dianjurkan untuk segera berbuka ketika waktunya
telah tiba, tidak ditunda-tunda sampai terlihat bintang, seperri yangdilakukan
oleh orang-orang Yahudi.
Nabi n bersabda:
لاَ
يَزألُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأَنَّ اليَهُدَ
وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
"Agama ini senantiasa
menang, selama manusia (kaum mukminin) menyegerakan berbuka, karena Yahudi dan
Nasrani mengakhirkannya."
(Hasan. Lihat Shbahiih lwa Dba'iif Abi
Dawud V/2353, asy-Syaamilah)
Dianjurkan untuk berbuka dengan kurma
basah yang matang di pohon. Jika tidak ada, maka dengan kurma kering, dan jika
tidak ada maka berbukalah dengan beberapa hisapan air.
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik z, ia berkata, "Rasulullah n biasa
berbuka dengan kurma basah yang matang di pohog (rutbab) sebelum beliau shalat.
Jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan beberapa butir kurma kering
(tamr), apabila tidak ada maka beliau menghisap beberapa teguk air.
(Hasan shahih. Lihat Shahiih wa Dha'iif
Abi Dawud V/2356,
asy-Syaamilah)
Do'a untuk berbuka puasa.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar z, ia mengatakan bahwa apabila
Rasulullah
n berbuka puasa, maka
beliau mengucapkan:
ذَهَبَ
الظَّمَاُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْثَاءِ اللَّهُ
"Telah hilang rasa haus, dan telah basah urat-urat, dan
telah tetap pahala (puasa), insya Allah."
(Hasan. lihat Shahiih wa Dha'iif Abi
Dawud V/2357, asy-Syaamilah)
Adapun do'a yang populer di tengah
masyarakat yang berbunyi:
اللَّهُمَّ
لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Ya Allah,
karena-Mu aku berpuasa, dan atas rizki dari-Mu aku berbuka”
(Dha'iif. Iihat Shahiih wa Dha'iif Abi
Dawud V/2358, asy-Syaamilah)
Maka do'a ini bersumber dari hadits
dha'iif (lemah).
Hendaklah seorang mukmin mendahulukan do'a
yang bersumber dari hadits shahih.
38. Dianjurkan untuk memakan makanan yang
utama di antara makanan-makanan yang halal lagi baik.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ
“Wahai manusia! Makanlah dari
(makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi."
(Al-Baqarah 2. 168)
Di antara makanan yangutama adalah
tsarii'd (roti yang diremuk dan direndam dalam kuah).
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah n:
وَفَضْلُ
عَائِثَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيْدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
"Keutamaan 'Aisyah atas
para wanita, seperti keutamaan Tsariid atas makanan-makanan lainnya."
(Lihat Fat-hul Baari (XV/309,
asy-Syaamilah)
Ibnu Hajar v menyebutkan bahwa ath-Thabrani
meriwayatkan hadits Salman yang ia marfukan:
البَرَكَةُ
في ثَلاَثةٍ: اَلْجَمَاعَةِ وَالسَّحُورِ وَالثَّرِيْدِ
"Keberkahan terdapat
pada tiga hal: (makan) berjama'ah, (makan) sahur dan (makan) tsariid.”
(Lihat Fat-hul Baari XV/309
asy-Syamillah)
Dapat diambil faedah pula bahwa tsariid
dapat dikonsumsi dengan cepat, mudah dan ringan dalam pencernaan.
Termasuk makanan yang utama adalah kurma.
Rasulullah n bersabda:
مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةً لَمْ
يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌ وَلاَ سِحْرٌ
“Barangsiapa di setiap pagi
hari makan kurma 'ajwah, maka pada hari itu ia akan aman dari bahaya racun dan
sihir."
(HR
Bukhari no. 5025)
Jika tidak ada kurma 'ajwah maka dengan
kurma jenis lainnya.
Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fat-bul
Baari bahwa di sebagian riwayat lafazhnya umum, tidak terdapat syarat 'ajwah.
Dan masih banyak lagi berbagai jenis
makanan yang memiliki keutamaan yang disebutkan oleh Rasulullah n.
39. Termasuk etika makan adalah
sebagaimana sabda Nabi n:
إِذَ
أَتَى أَحَدَكُمْ بِطَعَامُهُ قَدْ وَلِى حَرَّهُ وَ مَثَقَّتَهُ وَ مُؤْنَتَهُ
فَلْيُجْلِسْهُ مَعَهُ: فَإِنْ أَنى فَليُنَاوِلهُ أُكْلَةً فِي يَدِهِ
"Apabila datang kepada salah seorang dari kalian pelayannya
dengan membawa makanandan pelayan itu telah
merasakan panasnya makanan
tersebut, juga telah merasakan
kepayahan dalam membuatnya, serta ia telah menyediakan bahan-bahannya maka ajaklah ia
duduk bersamanya (untuk makan). Jika ia enggan, maka berilah satu porsi
ditangannya."
(As-Silsilah ash-Shahiihah (no. 1285,
asy-Syaamilah)
BAB II
Etika Minum
Sepeni halnya makanan, maka minuman
termasuk kebutuhan pokok, bahkan lebih diperlukan. Sebagaimana telah dicoba
oleh Syaikh al- Albani, seorang manusia bisa bertahan 40 hari tanpa makanan,
tapi tidak demikian halnya dengan minuman. Manusia dapat bersabar ketika lapar,
namun seringkali mereka tidak dapat bersabar ketika menahan haus. Hal ini
karena sebagian besar tubuh kita terdiri dari cairan.
Allah Ta'ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ
كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"...dan Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maha mengapa mereka tidak beriman?'
(Al-Anbiyaa' 21. 30)
Allah Ta'ala telah mengkaruniakan air
berupa hujan dari langit kepada para hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَأَرْسَلْنَا
الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ
وَمَا أَنتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
[١٥:٢٢]
Dan Kami telah meniupkan
angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit,
lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.
(AI-Hijr 15. 22)
Sudah seharusnya seorang mukmin menya dari
bahwa ia makan dan minum dari rizki yang Allah karuniakan kepadanya. Ia harus
senantiasa merasa butuh kepada limpahan karunia-Nya, dan mengakui bahwa ia
tiJak dapat bersyukur
kepada-Nya dengan syukur yang
sebenarnya. Dan hendaklah ia senantiasa mengingat keder-mawanan dan kemurahan
Allah Ta'ala kepadanya. Teladanilah perkataan Ibrahim yangAllah ceritakan dalam
firman-Nya:
الَّذِي خَلَقَنِي
فَهُوَ يَهْدِينِ [٢٦:٧٨]
(yaitu Tuhan) Yang telah
menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
وَالَّذِي هُوَ
يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ
[٢٦:٧٩]
dan Tuhanku, Yang Dia memberi
makan dan minum kepadaku,
وَإِذَا مَرِضْتُ
فَهُوَ يَشْفِينِ [٢٦:٨٠]
dan apabila aku sakit, Dialah
Yang menyembuhkan aku,
وَالَّذِي
يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ
[٢٦:٨١]
dan Yang akan mematikan aku,
kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
وَالَّذِي أَطْمَعُ
أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ [٢٦:٨٢]
dan Yang amat kuinginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Asy-Syu'araa'
26. 78-82)
Beberapa etika Minum
1. Apabila diberi rizki susu, hendaklah
membaca:
اللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
"Ya Allah,
berkahilah kami pada susu ini, dan tambahkanlah bagi kami darinya."
(Hasan. Lihat Shahiih wa Dha'iif At
Tirmidzi (VII/455' asy-Syaamilah)
2. Membaca basmalah sebelum minum dan membaca
hamdalah setelahnya.
3. Dianjurkan minum sambil duduk.
"Karena lebih utama untuk
kesehatan dan lebih sempurna dalam etika tata kesopanan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah z, ia berkata, "Rasulullah n bersabda:
لاَيَشِرَ
بَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِيءْ
“Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri.
Barangsiapa lupa, maka hendaklah ia memuntahkannya."
(HR. Muslim (no. 3775)
4. Mengambil gelas dengan tangan kanan dan
minum dengannya.
Diriwayatkan dari Hafshah z bahwa
Rasulullah n menjadikan tangan kanannya untuk makanan dan minumannya, dan menjadikan
tangan kirinya untuk selainnya.
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Abi
Dawud I/10 asy-Syaamilah)
5. Hindari meniup atau bernafas di
dalam wadah
Nabi n bersabda:
وَلاَ
يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ
"Dan janganlah ia
bernafas di dalam bejana".
(HR Bukhari)
Diriwayatkan dari z bahwa
Nabi n melarang bernafas atau meniup di dalam
bejana.
(Shahiih. Lihat Shahiih an Dha'iif at Tirrnidzi
IV/ 388, asy-Syaamilah)
6. Hindari minum dari mulut kendi atau penampungan
air dari kulit.
Akan tetapi tuangkanlah terlebih dahulu
ke dalam gelas, baru kemudian minum dari gelas tersebut.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah z bahwa Nabi n melarang minum dari Penampungan air.
(HR Bukhari)
7. Hindari minum secara berlebihan,
terutama ketika kita sedang makan, karena akan menghambat fungsi pencernaan
makanan.
8. Dilarang minum dari wadah emas atau perak.
Telah disebutkan bahwa
diriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata, "Rasulullah n melarang
minum dari wadah yang terbuat dari emas atau perak. Dan beliau
bersabda:
هِيَ
لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَهِيَ لَكُمْ في الأخِرَةِ
"Ia untuk mereka
(orang-orang kafir) di dunia, dan bagi kalian (orang-orang mukmin) di akhirat.”
(Shahiih. Lihat Shahiih wa Dha'iif Ibnu
Majah Vll/414)
9. Seorang petugas yang membagikan minuman,
hendaklah memegang teko atau yang lainnya dengan tangan kiri dan memegang gelas
dengan tangan kanan.
Lalu ia mulai melayani orang yang
ditokohkan (pemimpin) di antara kaumnya, atau orang yang memiliki kelebihan
dalam ilmu. Kemudian barulah ia membagikan minuman kepada yang di kanannya
terlebih dahulu.
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik bahwa didatangkan kepada Rasulullah n susu yang
telah dicampur air. Di sebelah kanan beliau ada seorang badui, dan di sebelah
kanannya Abu Bakar. Nabi n minum susu tersebut kemudian ia berikan kepada badui
di sebelah kanan Nabi seraya bersabda:
اَلأَيْمَنَ
فَالأَيْمَنَ
"Mulailah dari kanan,
lalu lanjutkan kepada yang di sebelah kanannya.”
(HR Bukhari no. 5188)
10. Hendaklah petugas yang memberi
minum, paling akhir meminum minumannya.
Dalam satu hadits yang
panjang dari Abu Qatadah z, Rasulullah n bersabda:
إِنَّ
سَاقِيَ القَومِ أَخِرُهُمْ ثُرْبًا
"Sesungguhnya orang
yang bertugas memberi minum suatu kaum adalah paling terakhir minum di antara mereka."
(HR. Muslim (no.1099)
11. Apabila lalat terjatuh ke dalam
gelas berisi air.
Maka lakukanlah sebagaimana sabda Nabi n:
إِذَا
وَقَعَ الذُّبَابُ فِي ثَرَابِ أَحَدِكُمْ فَليَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ
فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَا حَيْةِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً
"Apabila lalat terjatuh
ke dalam minuman salah seorang dari kalian, maka tenggelamkanlah lalat itu,
kemudian buanglah lalat tersebut, karena pada sebelah sayapnya ada penyakit,
sedangkan pada sayap yang lainnya terdapat obat (penawarnya)."
(HR Bukhari no. 3073)
0 komentar:
Posting Komentar